Thursday 19 January 2012


A.    Pendahuluan
Secara formal bangsa kita ini, sudah berusia lebih dari satu setengah abad. Dalam kurun itu pula, bangsa Indonesia berusaha keras untuk melakukan perbaikan kualitas hidup. Pada zaman Orde Baru, kemudian dikenal ada istilah Pembangunan Nasional. Di era ini, malah di kenal ada pelita (Pembangunan Lima Tahunan). Kendati demikian, bila kita cermati, pada dasarnya pembangunan nasional adalah sebuah proses (to be becoming), proses menjadikan Indonesia menjadi sebuah bangsa “yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Tujuan dari proses pembagunan itu sendiri sesungguhnya operasionalisasi dari tujuan Negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melestarikan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Hal ini menunjukkan bahwa proses pembangunan di Indonesia, selain dimaknai sebagai sebuah proses, juga sebagai sebuah sistem yang terkait dengan aspek-aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara..
Stabilitas nasional merupakan masalah penting dalam membangun keberlanjutan suatu bangsa. Kendatipun dinia saat ini tidak dalam keadaan perang dingin (the cold war) namun usaha membantun ketahanan dan keamanan tetap menjadi sebuah keniscayaan. Karena sesungguhnya ancama terhadap keamanan dan ketahanan nasional itu bersifat laten dan bisa muncul secara mendadak, oleh karena ikhtiar membangun stabilitas dan ketahanan nasional semakna dengan upaya membantun kesadaran nasionalisme sehingga terbentuk sebuah kesadaran kolektif dari seluruh elemen bangsa dan Negara Indonesia untuk mempertahankan keutuhan bangsa dan Negara Indonesia.
Seiring dengan ini, maka upaya untuk memahami potensi perubahan dan pembangunan ketahanan nasional ini perlu untuk terus dilakukan evaluasi dan pembaharuan, sehingga mampu mencapai formula sistem ketahanan nasional yang ideal yang mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Diantara masalah besar tersebut, yaitu ketahanan dan keamanan di daerah perbatasan. Sebagai Negara kepulauan yang besar, Indonesia dihadapkan pada wilayah pertahanan yang cukup komplek, baik dari sisi geopolistik, ekonomi, wilayah perbatasan maupun kekuatan personil pertahanan nasional itu  sendiri. Pada sisi lain, ancama terhadap ketahanan Negara Indonesia ini sering kali muncul ke permukaan, dengan intesitas dan kualitas ancama yang berbeda. Ancama terhadap ketahanan nasional ini, bukan saja karena adanya perubahan peta dunia pasca perang dingin (AS-US) melainkan karena adanya wacana-wacana lain yang tidak terduga, yang bisa menyebabkan sebuah Negara berdaulat lainnya.

B.     Pentingnya Stabilitas Nasional
Membangun stabilitas nasional, sering diasosiasikan sebagai masalah militer. Pandangan ini tidak salah. Karena sesungguhnya militer adalah kekuatan inti atau kekuatan utama dalam membangun dan mengembangkan sistem pertahanan nasional untuk mewujudkan stabilitas nasional. Oleh karena itu, pengidentifikasian masalah ketahanan sebagai masalah militer, bukan sesuatu hal yang baru dan bukan pula suatu bentuk kekeliruan logika. Sudut pandang tersebut merupakan suatu bentuk nyata, empiric, rasional dan kontesktual. Bahkan pandangan seperti itu merupakan bentuk proporsionalitas pemikiran mengenai tugas dan fungsi sebuah institusi Negara.
Di dalam Rapim TNI 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan TNI agar tidak cemat menapaki jalannya perubahan reformasi dan justru meminta tentara harus menjadi bagian dari gerakan perubahan itu. Kondisi ini, menggambarkan bahwa adanya gejala kegamangan TNI dalam menyelesaikan masalah-masalah kebangsaan terkait dengan isu supremasi sipil, demokratisasi, dan human scurity (HAM). Reformasi di mana pun memang memerlukan kesabaran. Dalam perjalanannya terkadang menemui rintangan dan tantangan. Memang mewacanakan militer di Indonesia tidak bisa terlepas dari ikon Tentara Nasional Indonesia (TNI). Di sadari atau tidak, bangsa ini masih memiliki pekerjaan yang cukup panjang termasuk membenahi organisai TNI beserta persoalan eksternalnya. Bangsa ini butuh keamanan dan rasa aman. Tentara merupakan salah satu asset bangsa yang penting dalam mewujudkan mempertahankan wilayah NKRI. Ironisnya ketika kita butuh keamanan, tidak dibarengi dengan perlakuan yang mendukung keberdayaan TNI.
Tidak bisa dipungkiri, kekuatan militer merupakan salah satu pilar penting bagi kedaulatan Negara. Nyatanya di dunia ini Negara yang memiliki daya topang militer yang kuat akan mencuatkan kewibawaan diplomatic dan gengsi politik internasional. Kekuatan militer menjadi salah satu barometer kekuatan suatu Negara. Jika militernya kuat, yakinlah Negara itu memiliki posisi tawar yang kuat dengan Negara lain. Tentu kekuatan militer saja tidak akan cukup untuk membuat suatu Negara survive dan berkembang, ia pun butuh kekuatan ekonomi dan politik yang kuat sebagai penopangnya.
Persoalan yang perlu dijawab oleh TNI adalah problema separatisme, terotisme, dan Transnational Organized Crimes (TOC), masalah batas wilayah, klaim wilayah, pelanggaran wilayah, pencurian kekayaan alam, subversi-infiltrasi, dan spionase, survey illegal oleh pihak asing, penyelundupan senjata dari luar negeri, konflik komunal, suku agama, ras dan atargolongan (SARA), Separatisme dan gejala federalisme. Memang TNI selain dipersiapkan untuk operasi perang juga dipersiapkan untuk operasi selain perang seperti penanggulangan bencana alam dll. Kita patut acungkan jempol atas peran-peran TNI dalam turut aktif merehabilitasi dan membantu korban tsunami di Aceh, Pangandaran dan sekitarnya, korban gemba di Yogyakarta, Korban banjir Lumpur di Sidoarjo dll. Inilah hakikat peran TNI di era Reformasi.
Dinamika sosial-politik yang ada saat ini, memberikan pengaruh baik terhadap struktur maupun kultur pemerintahan dalam mengelola bangsa dan Negara. Kebijakan politik terbaru memberikan informasi bahwa dalam membangun ketahanan nasional ini tidak hanya membutuhkan kekuatan utama, melainkan ada kekuatan pendukung lainnya yang dapat memperkuat dan memperkokoh ketahanan Negara Indonesia. Kekuatan pendukung tersebut adalah rakyat.
Faktor rakyat dalam membangun ketahanan nasional atau ketahanan Negara dan stabilitas nasional sudah terbuktu dalam sejarah dunia maupun sejarah Indonesia. Peran rakyat dalam membangun ketahanan Nasional ini baik dalam konteks mendukung efektivitas ketahanan nasional maupun menjadi pendukung dalam membangun ketahanan nasional. Bahkan dalam sejarah Nasional Indonesia pahlawan terhadap kaum imperialisme dan kolonialisme berakar dari perlawanan rakyat yang kemudian menjadi embrio lahirnya tentara nasional Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan Negara tidak bisa dilepaskan dari ketahanan sosial dalam menunjukkan nasionalisme dan kesungguhannya dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, dalam membangun ketahanan Negara perlu melibatkan usaha untuk membangun ketahanan nasional yang berbasiskan pada kesadaran kolektif bangsa Indonesia untuk membangun masa depan Indonesia.

C.    Membangun Stabilitas Nasional
Fokus kajian ini yaitu mengedepankan penguatan stabilitas sebagian upaya dalam membangun ketahanan nasional. Tesis pemikiran ini, setidaknya dilandasi oleh sebuah alasan sosiologis bahwa rakyat dan modal sosial yang tumbuh dimasyarakat dapat dijadikan modal dasar dalam membangun ketahann nasional Indonesia minimalnya dalam mendukung stabilitas nasional yang kuat.
Untuk melaksanakan usaha pembelaan Negara ini, pasa 30 ayat (2) menjelaskan lagi, bahwa “Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.
Berdasarkan UUD 1945 ini, dapat disimpulkan bahwa setiap Negara tidak boleh berpangku tangan.setiap warga Negara bukan hanya berhak, tetapi wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara. Dalam melaksanakan usaha pembelaan Negara ini, perlu dilakukan dengan menggunakan sistem pertahanan dan keamaan rakyat semesta (Sishankamrata). Untuk proses pelaksanaanya, kekuatan utama Sishankamarata adalah TNI dan Polisi, sementara rakyat diposisikan sebagai kekuatan pendukung, artinya, bila ada masalah yang terkait dengan keamanan dan pertahanan, bila masih mampu ditangani oleh TNI atau Polri, maka rakyat tidak boleh digunakan secara sewenang-wenang. Dengan demikian kekuatan rakyat merupakan senjata sosial bagi upaya pertahanan Negara.
Dalam melaksanakan usaha pertahanan Negara ini, TNI dan Polri tidak berdiri sendiri. Pertahanan Negara bukanlah bidang yang berdiri sendiri tetapi harus dipadukan dengan agenda pembangunan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Dengan kata lain, pendekatan keamanan (security approach) harus disatukan dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach).
Sementara pada tataran sosiologis, banyak contoh yang bisa dikemukakan sebagai argumentasi dalam mendukung kekuatan rakyat sebagai kekuatan pertahanan Negara. Untuk sekedar mengingatkan kesadaran kolektif bangsa kita, dapat dikemukakan bahwa ketangguhan dan kemenangan perlwanan tentara Indonesia di masa perjuangan dan masa mempertahankan kedaulatan, tidak bisa dilepaskan dari kemanunggalannya peran tentara dengan rakyat. Tidak mengherankan, muncul simbol dalam kalimat “Tentara Indonesia adalah tentara rakyat, dan rakyat adalah Tentara Indonesia”. Pengalaman sejarah seperti itu, merupakan contoh nyata mengenai keampuhan rakyat dalam memposisikan diri sebagai kekuatan dasar dalam sistem pertahanan Negara.
Masalah keamanan selalu menjadi perdebatan panjang. Kejelasan konseptual, legalitas dan tindakan factual terhadap solusi keamanan di negeri kita menjadi faktor yang harus diselesaikan karena selama ini penanganan terhadap berbagai kasus yang mengancam keamanan ternyata belum memadai. Menyangkut rangkaian demonstrasi dan ancama keamanan melanda bangsa Indonesia akhir-akhir ini, menimbulkan bahaya atau ancaman bahaya bagi nyawa orang lain, menghancurkan harta benda, menghilangkan kebebeasan pribadi, menciptakan perasaan takut pada perorangan maupu masyarakat luas, dan menurunya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Intinya terjadi instabilitas keamanan. Secara politik, ekonomi, berbagai kerusuhan dan demonstrasi akan berpotensi meningkatnya kekuatan para investor untuk menanamkan modalnya di negeri kita. Larinya investor asing, dan menurunya secara kuantitas wisatawan asing ke Indonesia.
Bagaimana antisipasi dari pihak keamanan khususnya kepolisian selama ini? Diakui bahwa penangganan terhadap berbagai fenomena yang mengancam dan mengacaukan keamanan dalam negeri belum sepenuhnya dapat di atasi. Beberapa penyebab tersebut dilatari oleh beberapa hal :
  1. Secara ideal saat ini belum pernah terpenuhi penambahan kekuatan polri untuk mencapai rasio 1 : 750.
  2. Adanya Pemekaran wilayah akibat pelaksanaan otonomi daerah belum dapat diikuti dengan pengembangan organisasi polri yang setingkatnya.
  3. Kemampuan teknologi pertahanan kita terbuktu bahwa masih belum mampu menangkal dan menanggulanginya. Untuk yang disebut terakhir, kemampuan industri pertahanan dalam negeri masih sangat terbatas dalam mendukung kebutuhan sarana dan prasarana.
Sebagian besar peralatan polri dan juga alutsista TNI berusia tua dan masih relatif jauh dari kondisi ketercukupan sertamasih tergantung pada industri pertahanan luar negeri. Dukungan anggaran untuk pengadaan dan pemeliharaan alutisista sangat minim akibat kemampuan keuangan Negara terbatas, sementara sarana/prasarana pendidikan dan latihan serta pendkung lain belum memadai.
Disamping ketiga persoalan di atas, setidaknya sampai hari ini diperlukan kejelasan konseptual tentang keamanan nasional. Konsep security dan keamanan dan ketertiban masyarakat, selain mengandung perbedaan konseptual juga menyiratkan pembagian tugas dan kewanangan yang wujudnya dilapangan dapat bersifat kontinum dan luas, tidak sekedar masalah pertahanan melainkan menyangkut seluruh aspek kehidupan Negara (ipolesosbudhankam). Sedangkan keamanan berkaitan dengan keamanan dalam negeri (kamdagri) merupakan tugas kepolisian sebagai penjaga disiplin publik dan penegak kamtibmas. Musuh polisi adalah kriminalitas dan para pelanggar hukum. Sedangkan menyangkut bantuan militer yang diberikan kepada polisi semata-mata dalam rangka penegakan kamtibmas atas permintaan Polri. Namun di lapangan acap ketika kondisi dan eskalasi pemuncak, Polri belum meminta bantuan militer.
Merujuk pada analisa yang dikembangkan di atas, dapat disimpulkan bahwa rakyat dan tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat merupakan modal sosial yang memberikan dukungan positif terhadap stabilitas Negara, sebuah angkatan perang dan sebuh pemerintahan tidak akan efektif membangun ketahanan negaranya, bila tidak didukung oleh soliditas sosial yang tinggi di tingkat masyarakat. Inilah tesis pemikiran yang dapat dikemukkan dalam wacana ini.

D.    Kesadaran Bela Negara, Kunci Stabilitas Nasional
Untuk mendukung upaya pembangunan ketahanan Nasionl itu, perlu dikembangkan beberapa pendekatan yang bisa membangun kesadaran kolektif masyarakat Indonesia untuk bela Negara.
Pertama, Pendidikan bela Negara merupakan satu kebutuhan dasar yang tidak bisa ditawar-tawar. Semangat nasionalisme merupakan semangat dasar atau kesadaran kolektif yang dapat mendorong sebuah kekuatan stabilitas keamanan. Dalam sejarah perjuangan merebut kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah mampu membuktikan diri keakurasiannya nilai nasionalisme dalam membantun persatuan dan kesatuan bangsa. Kendatipun bangsa imperialisme atau kolonialisme memiliki alutsista yang lebih canggih dari bangsa Indonesia, namun mereka tidak mampu menahan serangan gerilya bangsa Indonesia yang didorong oleh semangat dsar untuk memerdekakan diri. Inilah nasionalisme perjuangan bangsa kita dalam membangun ketahanan Negara.
Sering dengan hal ini, Harry Tjan Silalahi menjelaskan bahwa nasionalisme dapat membangun kohesi sosial yang kuat, sehingga dapat memberikan dorongan dalam proses partisipasi pembangunan bangsa dan Negara. Dengan kata lain, dalam menghadapi tantangan masa kini dan masa depan, Indonesia membutuhkan formula nasionalisme yang cocok dengan kebutuhan dan tantangan zaman.
Kedua, perlu adanya usaha untuk melakukan konsolidasi dan koordinasi sosial, sehingga terjadinya sebuah integrasi sosial yang solid dan kuat. Kondisi disintegrasi sosial merupakan ruang terbuka yang bisa diasupi oleh kepentingan asing yang kemudian dapat menyebabkan rontoknya sebuah bangsa tanpa harus perang.
Ketiga, komunikasi politik dan komunikasi budaya dalam kerangka bhinneka tunggal yang diselaraskan dengan semangat otonomi daerah, menjadi salah satu kunci utama untuk membangun stabilitas keamanan masyarakat Indonesia. Dalam semangat pluralisme ini, kesediaan untuk terbuka, kesediaan untuk berbagi, dan kesediaan untuk kerjasama menjadi perekat sosial dalam membangun kebersamaan masyarakat Indonesia. Etnosetrisme, egoisme cultural lebih-lebih membangkitkan radikalisme budyaa local tanpa disertai kesadaran bhinneka tunggal ika, sesungguhnya hanya akan menyebabkan rontok dan lemahnya ketahanan nasional Indonesia.
Implikasi akhir, bila stabilitas keamanan bangsa Indonesia ini rapuh,jangankan untuk diajak bertempur melawan kaum  penjajah, hanya untuk mensolidkan kekuatan internal pun akan mengalami kesulitan mendasar dalam menghadapi tantangan masa depan. Oleh karena itu,membangun ketahanan Negara, tidak menambah personil TNI tanpa memperhatikan stabilitas keamanan atau kekuatan pendukung ketahanan Negara itu sendiri.Dalam wacana ini, stabilitas nasional dianggap sebagai satu kebutuhan nyata atau keniscayaan bagi jalannya proses pembangunan. Stabilitas nasional merupakan bagian penting dari pengutan wawasan kebangsaan sekaligus melaksakan pembangunan nasional.
Usman yatim memberikan pemikiran bahwa “masalah stabilitas ini masih relevan untuk mejadi perhatian kita dan tidak salah jika merujuk pada kebijakan yang ditempuh seprti masa Orde Baru. Tentu saja, kesan represif, sebagaimana sering ditudingkan kepada era Orde Baru, tidak perlu lagi muncul tapi dengan lebih mengedepankan penanganan yang persuasive. Namun, sikap tegas aparat tetap sangat diperlukan karena kita melihat kini dengan dalih kebebasan berdemokrasi, banyk orang atu kelompok yang cenderung mengabaikan tentang pentingnya stabilitas nasional.”
Setidaknya ada tiga kondisi, kebutuhan adanya stabilitas nasional bagi proses pembangunan nasional.
Pertama, stabilitas nasional adalah prakondisi perencanaan,dan pemulaian proses pembangunan nasional. Bangsa ini akan kehabisan energi, dan pemborosan energi, bila proses pembangunan dibarengi dengan  adanya ketidakstabilitas nasional. Instabilitas memiliki biaya yang besar (high – cost) dalam konteks pembangunan. Bahkan, dengan adanya insstabilitas nasional, bukan saja terlambat, tetapi agend pembangunan bisa stagnan atu mundur. Oleh karna itu, stabilitas nasional merupakan prakondisi dalam perencanaan dan pemulaian pembangunan. Kekacauan politik, sebagaimana yang terjadi di Thailand (2010), dan atau Bangsa indonesia pda awal reformasi, menjadi cermin bahwa instabilitas sosial – politik  memberikan pengaruh nyata pada tersendatnya agenda pembangunan nasional. Hal itu tampak pula pada Negara-negara yang masih berada pada situasi konflik, baik perang saudara (misalnya di belahan Timur Tengah dan Thailand), maupun konflik dengan luar (Palestina – Israel)
Kedua, Stabilitas nasional merukan modal sosial (social capital) bagi proses pembangunan. Modal pembangunan tidak hanya bersumber pada sumberdaya alam (natural resource), sumberdaya manusia (human resource), modal intelektual (intellectual resource), atau virtual capital, tetapi membutuhkan stabilitas nasional. Dalam konteks ini, stabilitas nasional adalah sosial bagi proses pembangunan. Stabilitas nasional pun adalah “kristal” dari kuat dan kokohnya nasionalisme pada setiap elemen bangsa.
Terakhir, Stabilitas nasional adalah akhir dari sebuah proses pembangunan.pembangunan yang dirancang bangsa Indonesia adalah situasi kehidupan berbangsa dan bernegara “yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Inilah situasi stabilitas nasional pada titik target.
Dari semuanya itu, maka kesadaran bela Negara menjadi amat penting. Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, pada Bab III pasal 9 mengamanatkan :
  1. Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela Negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan Negara.
  2. Keikutsertaan warga Negara dalam upaya bela Negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan melalui : (a) pendidikan kewarganeraan; (b) pelatihan dasar  kemiliteran secara wajib; (c) Pengabdian sebagai TNI Prajurit TNI secara sukarela atau secara wajib; (d) Pengabdian sesuai dengan Profesi.
Kesadaran Bela Negara menjadi bagian untuk memperkuat pertahanan Negara. Sebagaimana kita ketahui bersama, kondisi kekuatan pertahanan Negara saat ini nampaknya belum memadai untuk mengamankan luas Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang dari sabang sampai Marauke; dari Miangas sampai Pulau Rote dengan lebih dari 17.000 pulau. Ditambah lagi jumlah penduduk yang sudah mencapai angka 140 juta jiwa, sementara komponen utama (TNI), sampai tahun 2008 kekuatan personel TNI sampai hanya berjumlah 379.391 prajurit yang terdiri dari 281.556 Prajurit TNI AD; 68.767 Prajurit TNI AL; dan 29.068 Prajurit TNI AU, demikian pula kondisi alutsista TNI sebagian besar usianya sudah tua antara 25 s.d 40 dengan teknologi sudah ketinggalan.
Dipihak lain, terjadi pergeseran kekuatan global-global power shifting yang menghadirkan beberapa fenomena, antara lin :
Pertama, Struktur geopolitik yang didominasi oleh beberapa kekuatan dunia antara lain Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Uni Eropa dan RRC;
Kedua, Pembangunan Ekonomi seringkali diikuti dengan kemajuan pembangunan kekuatan militer. Negara-negara Asia yang maju pembangunan ekonominya, juga membangun kekuatan militernya, bahkan dilanjutkan dengan penguasaan teknologi senjata nuklir. Di sisi lain, kemungkinan gesekan kepentingan antara bangsa dan pemenuhan kebutuhan energi pangan dan air-food, energy, and water competition, menjadi faktor pemicu stabilitas keamanan tingkat global.
Ketiga, Dinamika perekonomian internasional ketidakstabiln perdagangan, dan kerapuhan arsitektur ekonomi (international economics architecture) berpotensi menjadi sumber konflik.
Keempat, ancman keamanan yang tidak biasa (non tradisional security threats) berupa kemiskinan, radikalsme adan pengganguran. Ada keterkaitan antara kemiskinan dan pengganguran dengan fenomena kejahatan transnasional, narkoba, perdagangan manusia dan terorisme, dan
Kelima, beberapa dimensi lain dari potensi ancaman keamanan seperti epidemi penyakit menular, bencana alam, dan dampak perubahan iklim (topan, badai, kekeringan dan banjir). Jumlah korban dapat menyamai atau bahkan lebih besar dari korban peperangan.
Dari itu semua, diperlukan kesadaran bela Negara dengan beberapa pendekatan.
Pertama, pendekatan politik (political approach); Instrumen utama dalam sistem keamanan nasional terpadu, yang mencakup (1) pengelolaan secara efisien potensi dan sumber daya untuk mengatasi masalah masalah keamanan secara efektif; (2) Pemajuan praktik demokrasi; (3) Perwujudan Tata Pemerintah yang baik – good governance; (4) pembentukan masyarakat madani yang demokratis – good civil society, (5) Pemanfaatan kemitraan dan kerjasama dengan Negara-negara sahabat dalam memajukan kualitas keamanan nasional; (6) Keikutsertaan pada perdamaian dan keamanan internasional, international peace and scurity, dan (7) terlibat aktif dalam peningkatan kerjasama perdamaian dan keamanan internasional, global cooperation and partnership in peace and security.
Kedua, pendekatan ekonomi, economic appoarch, mencakup pengelolaan sumber dayya alam, pengelolaan moneter, fiskal dan perdagangan melalui pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan tinggi disertai pemerataan, growth with equity, menduduki peran penting untuk mengurangi ancama diri non traditional threats, berupa kemiskinan pengangguran dan kebodohan.
Ketiga, pendekatan Psikologis, psychological approach, mencakup upaya menumbuhkembangkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa, jiwa nasionalosme, semangat patriotisme, militansi tumbuh berkembangnya benih-benih radiklisme dan terorisme.
Keempat, pendekatan teknologi, technology approach, mencakup pengembangan dimensi alutsista, sistem informasi, sistem persandian, sistem peringatan dini terintegrasi, serta keberadaan industri pertahanan yang kuat dan berdaya saing yang mampu memberikan dukungan pada kebutuhan pertahanan dan keamanan, mengurangi ketergantungan dari Negara lain, dan
Kelima, pendekatan militer , military approach, mencakup postur pertahanan keamanan yang ditopang oleh prajurit professional, alutsista dan kelengkapan yang andal dan diproduksi sendiri, manajemen pertahanan dan keamanan yang efektif, kepemimpinan kemiliteran yang kuat, professional dan disegani, pembangunan sistem peringatan dini yang dapat menyediakan data dan informasi intelijen yang akurat dan komprehensif.
Salah satu pendekatan lain yang penting adalah upaya memberikan pemahaman kesadaran mengenai tafsir terhadap ajarana gama yang tepat, utamanya dalam memahami jihad dikalangan umat Islam. Sering kali jihad ditafisrkan secara salah kaprah dan tidak sejalan dengan tafsir yang sebenarnya, dalam kaitan ini, upaya deredikalisasi ajaran agama menjadi penting.
Sebagai contoh, peristiwa Bom Bunuh Diri yang dilakukan oleh M. Syarif di Masjid Ad Dzkira Polres Cirebon Kota pada tanggal 15 April 2011 saat dimulainya shalat Jum’at, merupakan penafsiran yang salah dari pelaku terhadap makna jihad. Dari sudut pandang manapun, melakukan peledakan bom di tempat ibadan tidak dapat dibenarkan.
Dari sudut pandang ajaran Islam, menurut Dr. Muhammad Tha’mah Al-Qadah dalam Kitab “Al Mughammar bi an-Nafsi fi al-Qital wa Hukmuha fi al-Islam (Al ‘Amaliyyat al Istisyhadiyyah)” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum Islam” terdapat beberapa syarat utama yang amat ketat seseorang dapat melakukan aksi bom bunuh diri, antara lain :
Pertama, Aksi Bom Bunuh diri hanya dapat dilakukan di Medan Perang dengan niat Ikhlas Karena Allah SWT, berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW : “Barang siapa yang berperang dan menegakkan kalimat Allah, maka ia berada di jalan Allah”.
Kedua, Aksi bom bunuh diri harusnya dengan tujuan membebaskan kaum muslimin dari cengkraman musuh, serta menjaga harta dan harga diri kaum muslimin, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW : “Barangsiapa yang terbubuh karena membela hartanya yang di dzalimi, ia termasuk syahid”.
Ketiga, Aksi bom bunuh diri dapat dilkukan jika tidak ada jalan lain yang lebih efektif untuk memerangi musuh, selain dengan cara bom bunuh diri.kalau ada cara lain selain mengorbankan diri, maka cara itulah yang didahulukan, seperti menggunakan senjata dari jarak jauh.
Keempat, Tindakan Bom Bunuh Diri harus bisa melemahkan musuh, menakuti musuh, menggoyahkan keberadaan musuh, dan menghancurkan kekuatan  (baik persenjataan maupun perekonomiannya); dan
Kelima, tindakan bom bunuh diri harus di atur oleh pihak pemerintahan yang sedang dalam kondisi perang, dengan perimbangan keuntungan yang di raih harus lebih besar dari kerugian yang dikorbankan.
Dalam pentas sejarah nasional Indonesia, aksi Bom Bunuh diri sesuai dengan criteria di atas pernah di lakukan oleh dua pahlawan muda yakni Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan pada tanggal 11 Juli 1946 yang meledakkan diri di gudang mesium markas tentara Belanda di Dayehkolot, Bandung Selatan dengan tujuan untuk menghancurkan kekuatan tentara Belanda, kelima criteria di atas terpenuhi.
Muhammad Ramdan sebagai anggota Lasykar Hizbullah dan Muhammad Toh dari Barisan benteng Republik Inedonesia (BBRI) berniat Ikhlas karena Allah untuk menegakkan Kalimah Allah SWT, membebaskan kaum muslimin dari cengkraman musuh (Belanda); tidak ada cara lain menghadapi kekuatan musuh yang lebih kuat, karena persenjataan TNI dan lasykar perjuangan yang amat terbatas, dapat melemahkan basis kekuatan tentara belanda di Jawa Brat, dan dilakukan ketika Negara dalam keadaan perang (Pada Perang Kemerdekaan 1945-1949; ketika Negara Republik Indonesia menghadapi Tentara Kolonial Belanda).
Sementara yang dilakukan oleh M. Syarif dan pelaku bom bunuh diri sebelumnya tanah air, tidak ada satu pun criteria yang dapat terpenuhi sebagaimana disebut di atas, karena Negara dalam keadaan aman dan damai, tidak dalam kondisi perang, kaum muslimin tidak sedang dalam keadaan tertindas, dan tidak ada satupun ulama yang menyatakan tindakan itu sebagai tindakan yang dibenarkan oleh Agama. Jadi tindakan yang dilakukan oleh M. Syarif dan para pelaku Bom bunuh diri sebelumnya, termasuk tindakan intihar atau bunuh diri yang diharamkan dalam ajaran islam sekaligus juga menghancurkan dan merusak citra islam sebagai agama yang membawa misi rahmatan lil alamin. Disinilah pentingnya menanamkan keadaran deradikaslisai dalam ajaran agama.

E.     Penutup
Kemerdekaan bangsa tentunya harus diperoleh oleh seluruh rakyat Indonesia secara hakiki. Hal demikikan tentunya tidak dapat terwujud apabila tidak adanya stabilitas keamanan dalam mendukung ketahanan nasional. Isu-isu domestikasi dan internasionalisasi dewasa ini tentu sangat penging ditelaah dalam penguatan stabilitas keamanan yang mendukung ketahanan nasional Indonesia. Kekuatan secara politik diplomatis tidak hanya bertumpu pada Negara atau militer, tetapi melibatkan kekuatn dan peran individu warga Negara termasuk organisasi non pemerintah atau swasta. Dengan demikian, ketahanan nasional lebih memungkinkan apabila terjadi sebagaimana layaknya bangsa yang berdaulat.


MODUL 5
DEMOKRASI DAN MASYARAKAT

A.    Demokrasi dan Keterbukaan Dalam Penyelenggaraan Kehidupan Berbangsa
Demokrasi merupakan istilah yang sudah dikenal dan tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia. Apabila sejak berdirinya reformasi tahun 1998 istilah “pesta demokrasi” menjadi bagian euphoria masyarakat Indonesia saat terlepas dari belenggu kekuasaan yang sudah tidak diinginkan oleh rakyat. Hampir semua Negara di dunia menyatakan bahwa gagasan demokrasi lebih di akui sebagai bentuk pemerintahan yang lebih baik disbanding bentuk pemerintahan yang lainnya.
Istilah demokrasi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan atau kratein yang berarti memerintah, sehingga demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat baik secara langsung maupun
tidak langsung (melalui perwakilan). Dalam konteks demokarasi berarti pemerintahan oleh rakyat, Partisipasi rakyat menjadi sangat penting. Partisipasi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika terdapat kebebasan dan kesetaraan diantara warganegara, aturan hukum yang mengatur segenap aspek kedupan serta adanya wahana yang menjadi tempat menyalurkan aspirasi warganegara.
Henry B. Mayo (1960: 70) mendefinisikan demokrasi sebagai “sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh Wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Dengan kata lain demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang dibentuk melalui pemilihan umum untuk mengatur kehidupan bersama berdasar aturan hukum yang berpihak pada rakyat banyak. keberpihakan pada rakyat inilah yang memantapkan istilah demokrasi bahwa rakyatlah pemegang kekuasaan tertinggi, hal ini sebagaimana pengertia demokrasi yang di ucapkan oleh Abraham Lincoln, “the government from  the people, by the people, for the people (pernerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat). Oleh karena itu, konsekuensi demokrasi yang harus diperhatikan adalah memberikan kesempatan kepada rakyat selaku warganegara untuk menja1ank hak dan kewajiban politiknya dalam bernegara.
Ada beberapa prinsip demokrasi yang berlaku secara universal, antara lain meliputi:
1.      Keterlibatan warganegara dalam pembuatan keputusan politik
Keterlibatan warganegara dalam pembuatan keputusan politik bertujuan untuk mengendalikan tindakan-tindakan para pemimpin politik. Dalam hal ini implementasi pemelihan Umum (PEMILU) merupakan salahs atu wahana partisipasi masyarakat. Di Indonesia sendiri melalui mekanisme pemilihan secara langsung, bangsa ini dapat menyuarakan aspirasi dan hak-haknya secara adil tanpa tekanan dan paksaan sehingga mereka dapat ikut serta menentukan nasib bangsa dan figure-figur wakil rakyat yang akan duduk di pemerintahan. Selain itu adanya peluang mengemukakan pendapat, kritik usul secara terbuka, leluasa dan cara-cara yang tidak melanggar ketentuan menurut undang-undang. Ini merupakan salah satu contoh ruang berlangsungnya kehidupan demokrasi
Terdapat dua pendekatan berkenaan dengan keterlibatan warganegara dalam berdemokrasai yaitu :
Pertama,, Pendekatan demokrasi elitis yang melihat bahwa rakyat sebagai orang yang tidak perlu di1ibatna dalam proses pengabilan kepusan publik karena rakyat diangap tidak mampu dan tidak berwenang Untuk menyelesaikan persolan-persoalan yang kompleks dan masalah-masalah pemerintahan. Rakyat diangap sudah cukup berperan dalam kehidupan negara melalui penyelengaraan pemilihan umum yang dilakukan secara peodik dalam negara. Melalui Penyelenggaraan Pemilihan Umum, rakyat sudah melakukan hak da kewajibannya sebagai warga negara. Dalam demokrasi elitis, peran rakyat digantikan oleh sekelompok elit politik dalam melaksanakan Pemerintahan. Setelah diiakukannya pemilihan  umum, maka proses bernegara dalam pengambilan keputusan-keputusan public, sepenuhnya di wakili oleh lembaga perwakilan. Lembaga perwakilan akan menjalankan tugas dan fungsinya secara bebas tanpa dibayangi oleh kontrol dan protes dan rakyatnya. Dibawah sebuah pemerintahan perwakilan ini, warga negara sering menyerahkan kekuasaan yang sangat besar yang dapat digunakan sesukanya atas pengambilan keputusan-keputusan yang luar biasa penting. inilah sisi gelap dari demokrasi perwakilan, walaupun diakui juga ada keuntungan-keuntungannya (Dahl, 2001: 157). Demokrasi elitis adalah demokrasi yang semu, hanya diperankan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan rakyat melalui justifikasi pemilihan umum. Indonesia mengalami demokrasi elitis ketika berlangsungnya kepemimpinan orde lama dan orde baru (pra reformasi).
Kedua, pendekatan demokrasi partisipatori yang menuntut peran aktif berbagai komponen demokrasi secara keseluruhan. Komponen demokrasi adalah organ-organ kelembagaan, kekuatan-kekuatan masyarakat dan kekuatan-kekuatan individual yang akan saling menunjang dan melengkapi dalam berjalannya sistem demokrasi. Dalam demokrasi partisipatoris, akan memberikan peluang yang luas kepada rakyat untuk berpartisipasi secara efektif dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan publik. Prinsip dalam demokrasi partisipatoris adalah persamaan bagi seluruh warga Negara dewasa untuk ikut menentukan agenda dan melakukan kontrol terhadap pelaksanaan agenda yang telah diputuskan secara bersama. Hal ini dilakukan agar perjalanan kehidupan bernegara mendapatkan pemahaman yang jernih pada sasaran yang tepat dalam rangka terwujudnya pemerintahan yang baik (Dahl, 2001: 157). Demokrasi partisipatoris pada hakekatnya adalah demokrasi yang secara sadar akan memberdayakan rakyat dalam rangka
mewujudkan pernerintahan ‘dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan bersama rakyat’. Adanya pemberdayaan rakyat yang akan berupa partisipasi langsung ini penting, karena sistem perwakilan rakyat melalui lembaga perwakilan tidak pernah dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat.

2.      Persamaan (kesetaraan) diantara warganegara
Pada umumnya tingkat persamaan yang dituju antara lain: persamaan politik, persamaan didepan hukum, persamaan kesempatan, persamaan ekonomi, dan persamaan sosial atau persamaan hak.


3.      Kebebasan atau kemerdekaan yang diakui oleh warganegara
Adanya tuntutan ‘fredom’ (kebebasan atau kemerdekaan) pada mulanya timbul sebagai reaksi keras masyarakat terhadap absolutisme (kekuasaan pemerintahan raja/pemimpin negara bersifat mutlak tidak terbantahkan. Kebebasan dan kemerdekaan ini merupakan dua komponen penting untuk memberikan peluang kepada warganegara untuk dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya serta melakukan kontrol terhadap penyelenggara negara. Kebebasan warganegara tersebut diwujudkan dengan adanya jaminan Hak Asasi Manusia. (HAM) yang diakui serta dilindungi oleh negara.
4.      Supremasi hukum
Penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan kepada hukum yang berpihak kepada keadilan (rule of law), begitu pula masyarakat sebagai kontrol dan penye1engaraan pemerintahan itu sendiri. Adanya supremasi hukum ini sangat penting, sebab tidak ada demokrasi ditengah kekacauan dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak mengindahkan aturan hukum, sehingga keadilan dan ketaatan terhadap hukum merupakan salah satu syarat mendasar bagi terwujudnya. masyarakat yang demokratis.
5.      Pernilu berkala
Partisipasi politik tiap-tiap individu yang hidup dalam suatu heterogenitas masyarakat yang sangat kompleks mampu terakomodir melalui adanya pemilu secara periodik. Pemilu merupakan salah satu jalan untuk mewujudkan pemerintahan yang memiliki legitimasi dengan dukungan rakyat. Maka dari itu melalui pemilu, rakyat betul-betul berdaulat dalam menentukan wakil-wakil rakyatnya.
Munculnya konsep partisipasi dalam sistem demokrasi sehingga melahirkan participatory democracy’, berkaitan dengan adanya gerakan ‘New Left’ sebagai pengaruh dan ‘legitimation crisis’ pada tahun 1960-an Gerakan New Left’ yang memunculkan demokrasi partisipatoris, adalah ‘the main Counter-modeis on the left to the  legal democracy’. Legal democracy bertumpu pada  premis ‘pluralist theory of politics’ yang mengacu kepada teori ‘overloaded govemment’ sedangkan
demokrasi partisipatoris bertumpu pada premis ‘Marxist’ yang mengacu kepada teori ‘legitimation crisis’(David Held, 241-264).
Gerakan dalam upaya memberdayakan masyarakat untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan pemerintahan telah merambah ke berbagai negara, termasuk Indonesia yang menganut sistem demokrasi. Oleh karena itu, wacana tentang partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan pemerintahan telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam proses berdemokras di Indonesia.
Huntington memberikan definisi ‘partisipasi politik’, sebagai “kegiatan yang dilakukan oleh para warga negara dengan tujuan mempengarui pengambilan keputusan pemerintahan Partisipasi dapat secara spontan, secara kesinambungan atau sporadis, secara damai atau dengan
kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif”
Dan definisi partisipasi politik tersebut, terlihat bahwa substansi dan partisipasi adalah kegiatan untuk mempengaruhi keputusan pemerintah, tanpa melihat bentuk, sifat dan hasil dan partisipasi yang dilakukannya. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan perwujudan partisipasi politik dalam kehidupan bernegara yang demokratis. Di Indonesia salah satu tool atau sarana yang mengakomodir proses tersebut adalah Komisi Pemilihaan Umum (KPU). Terselenggaranya pemilihan umum yang lancar, aman dan kondusif merupakan harapan semua pihak yang terlibat dalam pesta demokrasi terlebih lagi pihak penyelenggara dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum. Kesuksesan penyelenggaraan pemilihan umum merupaka satu kesatuan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan umum tidak terkecuali pada tahapan Persiap yang didalamnya terdapat kegiatan bimbingan teknis, Sosialisasi, dan koordinasi penyelenggaraan pemilihan umum.

B.     Demokrasi yang Santun dan Berbakat
Kehidupan dernokrasi tidak akan datang tumbuh dan berkembang dengan sendiriya dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Demokrasi membutuhkan usaha nyata setiap warga negara dan perangkat pendukunya yang kemudian dijadikan Pandangan hidup (way of life) dalam kehidupan bernegara dan bernegara
Untuk rnenumbuhkembangkan demokrasi yang diyakini mayarakat Srijanti (2009) membutuhkan hal-hal berikut:
1.      Kesadaran akan pluralisme: masyarakat yang hidup demokratis harus menjaga keberagaman yang ada di masyarakat. Demokrasi menjamin keseimbangan hak dan kewajiban setiap warga negara. Maka kesadaran akan pluralisme sangat penting dimiliki bagi rakyat Indonesia sebagai bangsa Indonesia yang sangat beragam dari sisi entis, bahasa, budaya, agama dan potensi alamnya.
2.      Sikap Yang jujur: demokrasi membutuhkan sikap tulus setiap orang untuk beritikad baik, karena seperti kita ketahui bahwa pengambilan keputusan didasarkan pada prinsip musyawah mufakat, dan memperhatikan kepentingan masyarakat pada umumnya. Oleh karenanya pengambilan keputusan dalam demokrasi membutuhkan kejujuran dan berdasarkan akal sehat
3.      Demokrasi membutuhkan kerjasama antara anggota masyarakat agar pengambilan keputusan dapat disepakati oleh semua pihak Dengan kerjasma antar warga maka masyarakat tidak saling curiga dan terkotak-kotak
4.      Demokrasi membutuhkan sikap kedewasaan : demokrasi mengharuskan adanya kesadaran utuk dengan tulus menerima kemungkinan kompromi atau kekalahan dalam pengambilan keputusan.
5.      Demokrasi membutuhkan Pertimbangan moral. Demokrasi mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara mencapai kemenangan haruslah sejalan dengan tujuan dan berdasarkan moral serta tidak menghalalkan segala cara.
Menurut Achmad Sanusi (1998), ada nilai-nilai demokrasi yang dipadatkan pada 10 (sepuluh) pilar demokrasi konstitusional sesuai dengan UUD 1945), yaitu:
1.      Demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Seluk beluk sistem serta perilaku penye1enggaraan negara harus berdasarkan taat asas, konsisten atau sesuai dengan nilai nilai, kaidah-kaidah dasar ketuhanan Yang Maha Esa.
2.      Demokrasi dengan kecerdasan. Demokrasi yang mengandung nilai-nilai dasar dan kaidah-kaidah dasar bagi supra dan infrastruktur sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kecerdasan akan dapat membangun dan mengembanglan demokrasi yang terikat pada rule of law, berkedaulatan rakyat dan berkeadilan sosial.
3.      Demokasi yang berkedaulatan rakyat. Artinya kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Pada Prinsipnya, rakyatlah yang memiliki kedaulatan. Dalam konteks ini, kedaulatan yang konsisten dan senafas dengan nilai dan kaidah Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan sekuler dan materialistik
4.      Demokrasi dengan rule of law. Kekuasaan negara Republik Indonesia harus mengandung, melindungi, serta mengembangkam kebenaran hukum (legal truth).
5.      Demokrasi dengan pembagian kekuasaan Demokrasi sebagai suatu sistem yang diterapkan di negara kita, bukan saja mengakui kekuasaan negara yang tidak tak terbatas secara hukum, melainkaan juga mengakui pembagian kekuasaan negara dan diserahan kepada badan-badan negara yang bertanggungjawab.
6.      Demokrasi yang menjamin berkembangnya otonomi daerah.
7.      Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia. Demokrasi menurut UUD 1945 mengakui hak asasi manusia dengan tujuan bukan hanya menghormati hak-hak asasi manusia, melainkan dalam rangka meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya.
8.      Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka. Pengadilan adalah lembaga tertinggi yang harus menyuarakan kebenaran, keadilan dan kepastian hukum, tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun.
9.      Demokrasi yang berdasarkan kemakmuran umum.
10.  Demokrasi yang berdasarkan keadilan sosial.
Azyumardi Azra (2006) mengetengahkan konsep indigenous democracy yaitu demokrasi yang tumbuh dan berakar pada kehidupan masyarakat Artinya bahwa impiementasi demokrasi harus sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Ini berarti bahwa kehidupan demokrasi Indonesia haruslah sesuai dengan nilai-nlai Pancasila sebagai akar yang menjiwai dari demokrasi itu sendiri Berikut ini dikemukakan beberapa contoh perilah yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi, antara lain:
1.      Menjunjung tinggi harkat, derajat, dan martabat manusia sebagai sesama makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa;
2.      Mendahulukan kepentingan bersama tanpa mengabaikan kepentingan pribadi atau golongan
3.      Menghargai pendapat orang lain dan tidak memaksakan pendapat kepada pihak atau orang lain;
4.      Menyelesaikan masalah secara musyawarah untuk mencapai mufakat yang diliputi oleh semangat kekeluargaan
5.      Melaksanakan prinsip kebebasan disertai dengan tanggungjawab Sosial kemasyarakatan;
6.      Mengutamakan persatuan dan Kesatuan
7.      Tidak melakukan tindakan atau perbuatan yang diskrimiriatif atas dasar agama, ras, jenis kelamin, dan status sosial;
8.      Melaksanakan fungsi peran kontrol sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan secara kritis dan objektif.
Apabila nilai-nilai demokrasi tersebut mampu diinternalisasikan pada perilaku setiap warganegara, maka kestabilan demokrasi dapat tercapai dengan baik. Sebaliknya, jika nilai-nilai demokrasi tersebut tidak ditumbuhkembangkan pada setiap warganegara, maka akan terjadi demokrasi yang tidak kokoh, dengan kata lain rentan konflik bahkan cenderung mengarah kepada disintegrasi bangsa.
Adapun sikap-sikap dan perilaku masyarakat yang menghambat pengembangan demokrasi menurut Dedi Mulyasana (2002), antara lain:
1.      Sikap ingin dihargai haknya oleh orang lain, sementara dirinya tidak menghargai hak—hak orang lain;
2.      Adanya ketidakseimbangan dalam perlakuan dan penempatan posisi, ketidakseimbangan keadilan, kesejahteraan, antara tuntutan dengan fasilitas yang mendorong timbulnya instabilitas dalam pemerintahan;
3.      Lernahnya sikap kritis dan objektif yang berada di lingkaran kekuasaan yang dapat memperlemah penegakan demokrasi.
Sikap-sikap yang dapat melernahkan demokrasi tersebut tentunva haruslah diminimalkan bahkan dihilangkan dari setiap pribadi warga Negara. Di persekolahan Keberadaan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bertujuan untuk membangun warganegara yang baik dan cerdas. Melalui PKn dapat dikembangkan berbagai kemampuan dasar warganegara, seperti berpikir kritis, mengambil keputusan, memegang teguh aturan yang adil, menghormati hak orang lain, menjalankan kewajiban, bertanggungjawab atas ucapan dan perbuatannya, beriman dan bertakwa sesuai dengan agamanya, memiliki komitmen yang tinggi terhadap keputusan bersama, mengemukakan pikiran baik secara lisan maupun tertulis, berargumentasi, memimpin orang lain, berorganisasi dan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. PKn merupakan wahana untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Dengan cara itu, konsep, nilai, dan cita-cita demokrasi bukan hanya dipelajari, melainkan dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu Maslow (Agudo, 1999) mengetengahkan konsep pendidikan nilai, dimana menurutnya aktualisasi dan Pendidikan nilai itu akan nampak pada:
1.      Penerimaan diri, orang lain, dan kenyataan kodrat;
2.      Spontan dan jujur dalam pemikiran, perasaan, dan perbuatan;
3.      Membutuhkan dan menghargai keintiman diri (privasi);
4.      Pandangan realitas mantap;
5.      Kekuatan untuk menghadapi problem di luar dirinya sendiri;
6.      Pribadi Mandiri
7.      Menghargai dir sendiri, orang lain, dan lingkungan sendiri;
8.      Menjalin hubungan pribadi dengan yang Transenden;
9.      Persahabatan dekat dengan beberapa sahabat atau orang-orang tercinta;
10.  Ramah terbuka karena dapat menghargai dan menerima pribadi yang lain;
11.  Perasaan tajam, peka akan nilai-nilai rasa moral susila teguh dan kuat.
12.  Humor tanpa menyakitkan;
13.  Kreativitas, bisa menemukan dir sendiri, tidak selalu ikut-ikutan;
14.  Mampu menolak pengaruh yang mau menguasai atau memaksakan diri;
15.  Dapat menemukan identitasnya.
Sedangkan didalam kehidupan masyarakat, ada hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijalankan oleh masyarakat dan pemerintah dalarn proses belajar demokrasi antara lain:
1.      Mendidik masyarakat untuk bersikap dewasa
2.      Mendorong sikap kesatria dengan mengakui kekalahan atau bersikap siap menang dan siap kalah
3.      Mengembangkan sikap menghargai perbedaan pendapat, perbedaan pendapat adalah suatu rahmat dan keputusan bersama adalah pilihan yang terbaik yang dihasilkan dari suatu kompromi
4.      Menggunakan mekanisme demokrasi untuk mencari titik perbedaan pendapat
5.      Menghilangkan penggunaan tindakan kekerasan dalam menyelesaikan suatu permasalahan
6.      Mengembangkan sikap yang sensitif dan empati terhadap kepentingan rakyat yang lebih luas
7.      Mengembangkan kerjasama antar anggota masyarakat dengan pikiran yang logis dan itikad baik
8.      Mengembangkan masyarat untuk aktif dalam memberikan pengawasan.

C.    Demokrasi yang Memafasilitasi  Kokohnya Masyarakat Madani yang Egaliter
Berbica mengenai kompleksitas di masyarakat dewasa ini terdapat konsep masyarat ideal. Istilah masyarakat ideal atau lebih dikenal dengan istilah masyarat madani, yang sebetulnya sudah tidak asing lagi. Masyarakat madani adalah, model masyarakat kota yang dibangun oleh Nabi Muhammad selepas hijrah ke Madinah.  Dunja mengakuinya sebagai model masyarakat yang paling maju pada saat itu. Poia masyarakat madani oleh orang barat kini disepadankan dengan civil society yang dipandang modern oleh mereka. Konsep masyarakat madani merupakan konsep yang bersifat universal, sehingga perlu adaptasi dan disosialisasikan apabila konsep ini akan diwujud di Indonesia
Dalam hal ini menut Dawam Rahardjo ada tiga (3) strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani  di Indonesia :
Pertama strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi penganut paham ini pelaksanaan demokrasi liberal hanya akan menimbulkan konflik, dan karena itu menjadi sumber instabilitas sebagai landasan pembangunan, karena pembangunan lebth banyak yang terbuka terhadap perekonomian global membutuhkan resiko politik yang minim. Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa lebih diutamakan dari demokrasi
Kedua, strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahap pembangunan ekonomi. Sejak awal dan secara bersama-sama diperlukan proses demokratisasi yang pada esensinya adalah memperkuat partisipasi politik. Jika kerangka kelembagaan ini diciptai maka akan dengan sendirinya timbul masyarakat madani yang mampu mengontrol terhadap Negara.
Ketiga, strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi. Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realiasasi dan strategi pertama dan kedua. Dengan begitu strategi ini lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran politik terutama pada golongan menengah yang makin luas.
Ketiga model strategi pemberdayaan masyakat madani tersebut dipertegas oleh Hikam bahwa di era transisi ini harus dipikirkan prioritas-prioritas pemberdayaan dengan cara memahami target target group yang paling strategi serta penciptaan pendekatan-pendekatan yang tepat dalam proses tersebut. Untuk keperluan itu, maka keterlibatan kaum cendikiawan, LSM, ormas, sosial dan keagamaan dan mahasaswa adalah mutlak adanya, karena merekalah yang memiliki kernampuan dan sekaligus aktor pemberdayaan tersebut.
Nurcholis Madjid mengatakan bahwa tantangan masa depan demokrasi di negara Indonesia ini adalah bagaimana mendorong berlangsungnya proses-proses yang diperlukan untuk mewujudkan nilai-nilai madani.  Dalam kaitan ini dengan mengutip beberapa sumber kontemporer, Nurcholis Madjid mewujudkan beberapa titik penting pandangan demokratis yang harus menjadi pandangan hidup bagi masyarakat yang ingin mewujudkan cita-cita demokrasi dalam wadah yang disebut masyarakat madani civil society.
Pandang tersebut dapat diringkas sebagai berikut ini:
1.      Pentingnya kesadaran kemajuan atau pluralisme
2.      Berpegang teguh pada prinsip musyawarah
3.      Menghindari bentuk-bentuk monolitisme dan absolutism kekuasaan
4.      Cara harus sesuai dengan tujuan dan tidak menghalalkan segara cara.
5.      Menyukai dengan tulus bahwa kemufakatan merupakan hasil akhir musyarawarah.
6.      Memiliki perencanaan yang matang dalam memenuhi kebutuhan dasar yang sesuai dengan cara demokratis
7.      Kerjasama dan sikap antar warga masyarakat yang paling mempercayai iktikad baik masing-masing.
8.      pendidikan demokrasi yang lived ini dalam sistem pendidikan
9.      Demokrasi merupakan proses trial and error yang akan menghantarkan pada kedewasaan dan kematangan.
Dengan demikian, untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara menuju peradaban baru Indonesia, maka demokrasi harus dibangun dengan seefektif mungkin. Dalam masyarakat Madani, warga Negara bekerja sama membangun ikatan sosial, jarringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non governmental untuk mencapai kebaikan bersama (public good) karena pada independensinya terhadap Negara (Vis a Vis the State). Dari sinilah kemudian masyarakat madani dipahami sebagai akar dan awal keterkaitannya dengan demokrasi dan demokratisasi masyarakat madani juga di pahami sebagai sebuah tatanan kehidupan yang menginginkan kesejahteraan hubungan antara warga Negara dengan Negara atas prinsip saling menghormati. Masyarakat madani berkeinginan membangun hubungan yang konsulatif bukan konfrontatif antara warga Negara dan Negara.
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi, menurut Dawam Rahardjo bagaikan dua sisi mata uang, keduanya bersifat yang koeksistensi. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana-suasana demokratislah civil society dapat berkembang dengan wajar.
Menyikapi kerterkaitan masyarakat madani dengan demokratisasi ini, Larry Diamond secara sistematis menyebutkan ada enam konstitusi masyarakat madani terhadap proses demokrasi ;
Pertama, Ia menyediakan wacana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan pejabat Negara
Kedua, pluralisme dalam masyarakat madani, bila di organisir akan menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis
Ketiga, memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan.
Keempat, Ikut menjaga stabilitas Negara
Kelima, tempat mengembleng pimpinan politik
Keenam, ikut menghalangi dominasi rezim.
Dalam masyarakat madani terdapat nilai –nilai yang universal tentang pluralism yang kemudian menghilangkan segala bentuk kecenderungan partikularisme dan sekrarianisme. Hal ini dalam proses demokrasi menjadi elemen yang sangat penting dimana masing-masing individu, etnis d an golongan mampu menghargai kebhinekaan dan menghormati setiap kebutuhan yang diambil satu golongan atau individu. Selain itu, sebagai bagian dari strategi demokratisasi, masyarakat madani memiliki perspektif sendiri dalam perjuangan demokrasi dan memiliki spectrum yang luas dan berjangka panjang. Dalam perspektif masyarakat madani, demokratisasi tidak hanya di maknai sebagai posisi diametral dan antitesa Negara, melainkan bergantung pada situasi dan kondisinya. Ada saatnya demokrasi melalui masyarakat madani harus garang dan keras terhadap pemerintah, namun ada saatnya juga masyarakat madani juga harus ramah dan lunak.

D.    Karakteristik Masyarakat Madani
Penyebutan karakteristik madani dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa dalam merealisasikan wacana masyarakat madani diperlukan prasarat-prasarat yang menjadi nilai universal dalam masyarakat madani.
Adapun karakteristik masyarakat madani antara lain 
a.       Free Public Sphare, adalah adanya ruang public yang bebes sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslahj individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacara dan praktis politik tanpa mengalami distorasi dan kehawatiran. Prasyarat ini dikemukakan oleh Arendit dan Habermal bahwa ruang public secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga Negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan public. Warga Negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada public.
b.      Demokrasi merupakan suatu entitas yang menjadi penegak wacara masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga Negara memiliki kebebasan penuh untuk menyakinkan aktifitas kesehariannya termasuk berinteraksi dengan lingkungannya. Demokrasi berarti masyarakat dapat berlaku santun d alam pola hubungan berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras dan agama. Prasarat demokratis ini banyak dikeukakan oleh para pakar yang mengkaji fenomena masyarakat madani. Bahkan demokrasi merupakan salah satu syarat mutlah bagi penegakan masyarakat madani.
c.       Toleransi merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dikemukakan orang lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya kesadaran masing-masing individu untuk menghargai dan menghormati pendapat serta aktifitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang berbeda. Toleransi menurut Nurcholish Madjid merupakan persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan iyang “enak” antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai “hikmah” atau ‘manfaat” dari pelaksanaan ajaran yang benar. Azyumardi Azra pun menyebutkan bahwa masyarakat madani (civil society) lebih dari sekedar gerakan-gerakan pro demokrasi. Masyarakat madani juga mengacu kehidupan yang berkualitas dan tamaddun (civil). Civilitas meniscayakan toleransi yakni kesediaan individu-individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda.
d.      Pluralisme merupakan satuan prasyarat penegakan masyarakat madani, maka pluralisme harus dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatacara kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari-hari pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan pluralism itu sebagai bernilai positif dan merupakan rahmat Tuhan. Menurut Nurcholis Madjid konsep pluralisme ini merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani. Pluralisme menurutnya adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaan. Bahkan pluralism adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain mekanisme pengawasan dan pengembangan. Lebih lanjut Nurcholis Madjid mengatakan bahwa sikap penuh pengertian kepada orang lain itu diperlukan dalam masyarakat yang majemuk, yakni masyarakat yang tidak monolitik.
e.       Keadilan sosial merupakan keadilan yang menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proposional terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.

E.     Penutup
Saat ini, Indonesia telah tumbuh sebagai salah satu Negara demokrasi terbesar di dunia. Proses demokrasi berjalan dalam lima tahun terakhir ini menunjukkan proses demokrasi yang makin matang dan makin dewasa. Meskipun demikian, masi diperlukan penyempurnaan struktur politik yang dititikberatkan pada proses pelembagaan demokrasi dengan menata hubungan antara kelembagaan politik dan kelembagaan pertahanan keamanan dalam kehidupan bernegara. Penyempurnaan struktur polirik, juga harus dititik beratkan pada peningkatan kinerja lembaga-lembaga penyelenggaraan Negara dalam menjalankan kewenangan dan fungsi-fungsi yang diberikan oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Seiring dengna pelaksanaan dan otonomi daerah, proses demokrasi di berbagai daerah ditandai dengan pemilihan lansung keala daerah, baik gubernur, bupati maupun wali kota oleh rakyat telah dilakukan di seluruh pelosok tanah ait. Demokrasi telah berjalan pada arah yang benar. Di Era Reformasii dan demokratisasi saat ini, penataan proses politik yang dititikberatkan pada pengalokasian / representasi kekuasaan harus terus diwujudkan dengan meningkatkan secara terus menerus kualitas proses dan mekanisme seleksi public yang lebih terbuka bagi para pejabat politik dan public serta mewujudan pentingnya kebebasan media massa serta keleluasaan berserikat, berkumpul dan berpendapat setiap warga Negara berdasarkan aspirasi politiknya masing-masing.
Pengembangan budaya politik yang dititikberatkan pada penanaman nilai-nilai demokrasi terus diupayakan melalui penciptaan kesadaran budaya dan penanaman nilai-nilai politik demokratis, terutama penghormatan nilai-nilai hak asasi manusia, nilai-nilai persamaan, anti kekerasan, serta nilai-nilai toleransi, melalui berbagai wacana dialog bagi peningkatan kesadaran mengenai pentingnya memelihara persatuan bangsa.
Pengaturan Pilar-pilar demokrasi yang sehat harus terus dibangun menuju demokrasi yang lebih matang dan dewasa. Perbedaan dan benturan kepentingan serta sikap kritis berbagai pihak terhadap pemerintah merupakan realitas kehidupan demokrasi dan merupakan hak politik yang harus dihormati, yang penting semua itu harus tetap berada dalam bingkai konstitusi aturan main  dan etika yang harus sama-sama dijunjung tinggi sehingga stabilitas yang dinamis yang menampung berbagai perbedaan aspirasi, tetap dapat dijaga bersama. Karena itulah, mewujudkan masyarakat yang demokratis dengan tetap berlandaskan pada anuran hukum yang terus dibangun melalui pemantapan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh, kualitas desentralisasi dan otonomi daerah, menjamin pengembangan media dan kebebasan masyarakat, dan melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan secara adil, konsekuen tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.


MODUL 6
HUMUM DAN KETERTIBAN
A.    Pendahuluan
Hukum (law) pada umumnya bertujuan untuk mengadakan tata tertib atau ketertiban (order) guna keselamatan masyarakat, yang penuh dengan bentrokan antara berbagai kepentingan yang tersebar di tengah-tengah masyarakat. Aristoteles berpendapat tujuan hukum (law) adalah untuk mewujudkan keadilan. Ia mengenal dua macam keadilan, yaitu keadilan dstributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang seimbang dengan jasa atau kualitasnya. Berarti, kepada setiap orang harus diberikan yang memenuhi kualitasnya. Keadilan komutatif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat kualitas perseorangan. Berarti, sedapat mungkin harus terdapat persamaan (keseimbangan) antara barang-barang yang dipertukarkan.
Tujuan hukum meliputi ketertiban (order), kepastian, polisionil, keseimbangan, kegunaan, membangun masyarakat, keadilan, dan kebahagiaan (kesejahteraan). Tujuan-tujuan hukum tersebut termasuk tujuan ketertiban hukum akan mendorong dan memperkuat semangat dan jiwa kebaugsaan, baik itu pahamnya maupun perasaan/kesadarannya. Selanjutnya, perwujudan kebangsaan itu di samping sebagai salah satu syarat perwujudan adanya negara, juga menjadi energi psikologi bagi pencapai tujuan negara. Pada hakikatnya tujuan negara ialah tujuan umum dan semua warga negaranya.
Keselamatan, kemerdekaan, kesejahtera kebahagiaan, keadilan, kesehatan, dan kebudayaan, semua itulah pokok—pokok hajat hidup yang terpenting yang menentukan pokok-pokok tujuan negara. Negara sebagai perwujudan kehendak pergaulan manusia yang tersusun teratur harus juga mewujudkan hajat hidup manusia yang tersusun teratur. Negara dalarn keadaannya sekarang telah menjadi pusat pengatur kehidupan manusia yang luas sekali. Dalam kemampuannya memenuhi hajat-hajat hidup umat manusia terletak kekuatan suatu pemerintahan dan di situlah kekuatan negara. Tujuan Negara, pada umumnya dapat diketahui dari undang-undang dasar adalah undang-undang pokok yang menyatakan segala tata susun dan tata pemerintahan yang menentukan haluan negara.
Sementara Dante Alleghieri menghendaki hukum (law) sebagai tujuan negara. Hukum hendaknya menjadi tujuan dan menjadi syarat negara. Hukum adalah sesuatu yang menghubungkan manusia dengan manusia dalam kepentingan perseorangan ataupun kepentingan umum. Salah satu tujuan hukum (law) adalah ketertiban (order). Begitu pula salah satu tujuan negara adalah juga ketertiban. Hal itu berarti, ketertiban merupakan tujuan hukum (law) dan juga tujuan negara (state). Dengan demikian, tujuan ketertiban berimpitan dan bersenyawa dengan perasaaan kesadaran kebangsaan hukum (law) mendorong dan memperkuat perwujudan kebangsaan yang menjadi syarat perwujudan adanya suatu Negara termasuk Indonesia.
B.     Perasaan kebangsaan Syarat Mewujudkan Negara
Di dalam pembentukan negara kesatuan, secara singkat terdapat dua kualfikasi, yaitu: pertama perasaan nasional atau perasaan kebangsaan dan kedua, ada keinginan dan masyarakat politik untuk membentuk negara serikat/Negara kesatuan. Jadi, perasaan nasional atau perasaam kebangsaan merupakan syarat penting untuk rnewujudkan negara termasuk negara Indonesia. Hal itu bisa diartikan tidak ada perasaan/kesdaran kebangsaan tidak ada pula suatu negara dalam arti negara bangsa (nation state).
Perasaan kebangsaan (sense of nationality) atau paham kebangsaan (nationalism) dan suatu negara bangsa (nation state) dapat ditinjau daru dua sisi, yaitu peninjauan secara obyektif dan peninjauan secara subyektif.
Dan Peninjauan secara obyektif, rasionalisme dihubungkan dengan suatu kenyataan obyektif sebagi cirinya yang khas. Sebagai faktor-faktor obyektif menurut Hans Kohn, yang paling lazim dikemukakan adalah bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah negara, dan kewarganegaraan. Dar segi faktor-faktor obyektif nasional, menurut Isjwara: “Ras, bahasa, agama, atau kebudayaan, lazim diangap sebagai esensi, saripati dari pada natie”. namun demikian. faktor-faktor obyektif nasional bukan rnerupakan faktor utama yang menentukan ada tidaknya nasionalisme. Sementara Miriam Budiardjo mengatakan nyatalah bahwa faktor-faktor tadi, yaitu kesamaan bahasa, kesamaan kebudayaan, kesamaan suku bangsa, dan kesamaan agama merupakan faktor-faktor yang mendorong ke arah terbentuknya persatuan nasional dan identitas nasional yang kuat. Di dalam faktor-faktor obyektif tidak menjamin persatuan bangsa, tetapi dapat menunjang pemeliharaan persatuan itu.
Jadi, faktor-faktor obyektik nasional itu hanya merupakan faktor penunjang, pendorong, atau kausatif yang menentukan ada tidaknya sesuatu nasionalisme yang khusus. Faktor-faktor obyektif nasional bukan merupakan faktor-faktor yang konstan yang membentuk nasionalisme, tetapi lebih merupakan kondisi-konsidi yang memberikan corak yang khusus kepada nasionalisme suatu bangsa. Dapat dikatakan juga adanya faktor-faktor obyektif nasional itu membantu mempercepat
proses evolusi nasionalisme ke arah pembentukan negara nasional.
Dar peninjauan secara subyektif, Ernest Renan mengemukakan bahwa  nasionalisme terbentuk karena adanya rasa kesadaran, kesadaran
bersama dan kesadaran nasional. Isjwara mengatakan: “Nasionalisme sebagai suatu kesadaran nasional juga terwujud dalam sejarah masing- masing bangsa itu. Nasionalisme adalah aliran rohaniah dan akibat serta perwujudan dan aliran itu ialah natte.
Dalam perjalanan sejarah suatu bangsa (natie) nyatalah faktor-faktor subyektif nasional merupakan faktor dominan dalam pembentukan suatu nasionalisme. Isjwara mengemukakan dewasa ini tinjauan-tinjauan subyektif inilah yang umum dianggap sebagai peninjauan yang tepat tentang nasionalisme dan natie itu. Nasionalisme adalah suatu gerakan sosial, suatu aliran rohaniah yang mempersatukan rakyat ke dalam “natie”, yang membangkitkan massa ke dalam keadaan politik dan sosial yang aktif. Dengan nasionalisme, negara menjadi milik seluruh lapisan rakyat; bukan lagi milik raja, kaum bangsawan tetapi milik rakyat sebagai keseluruhan. Rakyat dalam hubungan ini menjadi bangsa (natie). Oleh karena itu, nasionalisme dapat dipandang sebagai landasan ideal dari setiap negara nasional.
Atas dasar pengamatannya terhadap fenomena nasionalisme, Miriam Budiardjo sampai pada suatu kesimpulan bahwa dalam kenyataannya dasar dan suatu negara terutama bersifat psikologis, yang dinamakan “nasionalisme”. Nasionalisme merupakan suatu perasaan subyektif pada sekelompok manusia bahwa mereka merupakan satu bangsa dan bahwa cita-cita serta aspirasi mereka bersama hanya dapat tercapai jika mereka yang tergabung dalam satu negara atau nation. Senada dengan itu, filosof Perancis Ernest Renan mengemukakan, bahwa “Pemersatu bangsa bukanlah kesamaan bahasa atau kesamaan suku bangsa, tetapi tercapainya hasil gemilang di masa lampau dan keinginan untuk mencapainya lagi di masa depan.
Frederick Hertz, menyebutkan ada empat macam cita-cita nasionalisme, yaitu:
1.      Perjuangan untuk mewujudkan persatuan nasional yang meliputi persatuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, keagamaan, kebudayaan, persatuan, dan adanya solidaritas.
2.      Perjuangan untuk mewujudkan kebebasar nasional yang meliputi kebebasan dari penguasaan asing atau campur tangan dunia luar dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan intern yang tidak bersifat nasional atau yang hendak mengenyampingkan bangsa dan negara.
3.      Perjuangan untuk rnewujudkan kesendirian, pembedaan, individualitas, dan keaslian atau keistimewaan.
4.      Perjuangan untuk mewujudkan perbedaan di antara bangsa-bangsa, yang meliputi perjuangan untuk memperoleh kehormatan, gengsi, dan pengaruh.
Keempat macam cita-cita nasionalisme ini akan mendukung pencapaian cita-cita nasional Indonesia yang tertuang dalam alinea kedua Pembukaan UUD NRI 1945 ang mengatakan: “….. Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”

C.     Negara Hukum Memperkokoh Kebangsaan
Sejarah mencatat, pada tanggal 17 Agustus 1945 telah lahir Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Satu Bangsa yang mengandung berbagai keragaman, tetapi terpadu dalam satu keyakinan. Keragaman tidak dipandang sebagai perbedaan, tetapi dipandang sebagai wujud kekayaan Bangsa. Inilah salah satu keunikan Bangsa Indonesia sebagai satu-satunya bangsa di dunia yang lahir melalui Sumpah kehadiran Illahi. Alangkah indah dan luhurnya hasil pemikiran Putra Bangsa kala itu. Berbagai elemen perjuangan duduk sama rendah berdiri sama tinggi berpikir yang jernih dalam tuntutan Tuhan Maha Pencipta. Demikian juga pada saat kelahiran Negara Kepulauan Republik Indonesia (NKRI), kecerdasan para pejuang berkat Rahmat Allah telah melihat suatu peluang bangsa yang merdeka. Alinea ketiga Pembukaan UUD NRI 1945 menyatakan: “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa…..” Menyatakan diri sebagai bangsa merdeka di saat vakum kekuasaan (vocuurn of power) tanpa menunggu sikap bangsa lain.
Menggali nilai-nilai intrinsik yang dimiliki bangsa dan negara saat kelahiran Bangsa Indonesia, memberi makna yang sangat luas. Paling tidak ada empat nilai pokok yang tampak sangat jelas terkandung di dalamnya, yaitu keyakinan, nilai semangat persatuan dan kesatuan, nilai cita-cita, dan nilai kemandirian.
1.      Nilai Keyakinan. Terpancar dari makna sumpah sebagai orang beragama. Menyadari haq dan kodrat manusia sebagai insan yang memiliki haq sesuai kodrat yang dikehendaki-Nya. Yakin akan ridho Tuhan YME bahwa perjuangan insanNya yang beriman dan bertakwa kepadaNya, senantiasa akan mendapat karunia rakhmat serta hidayahNya. Oleh karenanya makna Sumpah memberikan nilai-nilai prinsip Ketuhanan dan Hak Dasar Kemanusiaan.
2.      Nilai Semangat Persatuan dan Kesatuan. Semangat Persatuan dan Kesatuan dalam perjuangan disadari sebagai suatu kekuatan yang dapat membawa bangsa pada pencapaian cita-cita. Persatuan di sini tidak sekedar diartikan bersama, tetapi wadah yang sama saling bahu membahu, saling bantu dan siap mengisi tanpa menghilangkan keragamannya. Dengan memadukan berbagai keragaman yang dimiliki, akan timbul suatu kekuatan dahsyat semangat (spirit) dan jiwa (soul) dalam melakukan perjuangan. Suatu semangat yang tidak mengenal arti klimaks, tidak kenal menyerah, tidak pernah surut apalagi padam. Suatu semangat yang tetap membara, yang didorong oleh berbagai keragaman sebagai kekayaan bangsa. Yang akan mampu bertahan dalam berbagai dialektika zaman dan akan mampu berakselerasi dalam pesatnya kemajuan zaman. Makna semangat persatuan dan kesatuan inilah yang memberikan nilai dasar nasionalisme, demokrasi, dan keadilan osia1.
3.      Nilal Cita-Cita. Cita-cita yang senantiasa diperjuangkan Bangsa Indonesia adalah hidup dalam alam kemerdekaan dan menikmati segenap kekayaan alam negerinya sebagai anugerah Tuhan. Cita-cita itu yang menjadi tujuan perjuangan Bangsa Indonesia dalam wujud Negara yang Aman dan Sejahtera. Suasana aman berarti terjaminnya keselamatan atau kelangsungan hidup yang penuh ketertiban, ketenteraman, dan kedamaian. Aman berarti terlindung dan setiap ancaman dan gangguan. Kondisi sejahtera berarti terpenuhinya semua kebutuhan dan keperluan hidup, baik lahiriyah maupun batiniyah, dan meningkatnya taraf hidup sebagai harkat manusia. Aman dan sejahtera merupakan suatu bentangan spektrum kehidupan. Walaupun bisa dibedakan, namun tidak dapat karena antara keduanya saling terkait, dan saling berpengaruh. Integritas makna aman seiahtera itu telah mewadahi hak asasi manusia.
4.      Nilai Kemandirian. Nilai kemandirian terpancar dan kelahiran NKRI melalui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan yang didapat berkat kecerdasan melihat peluang saat kevakuman kekuasaan (vacuum of power) dan keberanian menghadapi tantangan sebagai risiko yang harus diatasi. Hakikat kemandirian adalah kuatnya rasa percaya diri hinggá mampu lepas dari sikap ketergantungan pada pihak lain. Rasa percaya diri akan terbangun dari : (1) keyakinan akan kecerdasan akal budi sebagai anugerah Tuhan kepada makhlukNya yang sempurna, (2) keyakinan akan ridho Tuhan terhadap kaum yang selalu berupaya untuk mengubah nasibnya, dan (3) keyakinan bahwa kekayaan alam yang melimpah adalah Rakhmat Tuhan kepada bangsa yang diridhoiNya. Nilai kemandirian sebagai sikap bangsa dalam perjuangannya. Kemandirian yang bermakna percaya pada kemampuan diri berarti lepas dari ketergantungan terhadap pihak manapun. Keterpengaruhan apalagi ketergantungan pada pihak lain belum tentu akan memberi manfaat, bahkan sangat mungkin hanya akan memperbesar mudaratnya.
Sementara itu, nilai ekstrinsik merupakan nilai yang melekat pada nilai intrinsik sebagai pengaruh lingkungan keberadaan. Nilai ekstrinisk ada dua hal, yaitu Wawasan Kebangsaan dan Ketahanan Nasional.
1.      Wawasan Kebangsaan. Pada hakikatnya Wawasan Kebangsaan merupakan implementasi dari semangat dan jiwa Sumpah Pemuda. Bila Sumpah Pemuda merupakan bentuk tekad bangsa, maka Wawasan Kebangsaan merupakan pancaran makna rasa kebangsaan. Wawasan Kebangsaan merupakan cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya yang sarwa Satu Kesatuan. Cara pandang ini melahirkan sikap yang memandang Bangsa, Wilayah Tanah Air, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya dalam satu kesatuan yang utuh. Satu kesatuan ideologi politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahan dan keamanan (hankam). Yang memandang perbedaan lahiriyah di dalamnya hanyalah merupakan keragaman sebagai kekayaan negara. Cara pandang ini menjadi suatu keunikan Bangsa Indonesia, Yang menjadikan Bangsa sebagai satu persaudaraan yang secara resmi menyebut atau menyapa satu sama lain dengan kata “Saudara”.
2.      Wawasan Ketahanan Nasional. Bangsa Indonesia dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, wajar untuk secara bersungguh sungguh mempersiapkan diri dalam berbagai kemampuan, dalam rangka memantapkan daya tahan dan daya tangkalnya untuk menghadapi berbagai bentuk ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang mungkin harus dihadapi. Ketahanan Nasional merupakan kondisi dinamis bangsa, yang berisi keuletan dan ketangguhan bangsa dan negara untuk menghadapi serta mengatasi segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan, baik yang datang dari dalam negeri maupun yang datang dari luar negeni, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan, baik integritas dan kelangsungan hidup bangsa dan negara maupun upaya perjuangan bangsa. Ketahanan Nasional merupakan kondisi ketahanan bangsa, sebagai pancaran semangat yang dihasilkan nilal kesatuan bangsa yang berwawasan nusantara. Ketahanan Nasional adalah salah satu implementasi dan tekad bangsa untuk membela Negara, dan dapat dikatakan sebagai unsur dasar dan upaya bela negara. Bangsa yang memiliki ketahanan nasional yang tinggi, akan mampu melakukan pembelaan negara dalam setiap situasi, terhadap ancaman yang dihadapinya.
Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang unik, satu-satunya Bangsa yang lahir berdasar Sumpah ke hadirat Illahi. Sesungguhnya Bangsa Indonesia lahir dari berbagai macam Etnis dan Ras terjajah di wilayah Hindia Belanda. Suatu Bangsa yang bangkit menjadi Satu Bangsa yang ingin lepas dan penjajahan. Mereka berhimpun dan bersumpah untuk menyatakan jiwa raga menjadi suatu Bangsa yang berjuang selayaknya suatu Bangsa merdeka, mempunyai Negara dan Aman dan Sejahtera. Sesungguhnya bagi Bangsa Indonesia saat itu, berpadu menjadi satu sebagai sesama Insan Tuhan dalam menjalani kehidupan di dunia. Tak ada mayoritas ataupun minoritas. Walaupun berasal dan Etnis dan Ras yang berbeda, mereka lebih mengutamakan rasa kebangsaan yang satu. Sesungguhnya pula sebelum saat Sumpah Pemuda yang secara formal melahirkan Bangsa Indonesia, setiap Etnis ataupun Ras telah terjadi pembauran di setiap daerah. Di berbagai tempat telah terhuni oleh pembauran tersebut, baik itu di Sumatera dan Jawa maupun pulau lainnya hingga Maluku dan Papua. Oleh karena itu, Sumpah yang diucapkan merupakan ikrar menyatukan diri menjadi satu bangsa yang baru : Bangsa Indonesia.
Untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara berwawasan kebangsaan, maka penegakkan hukum dan ketertiban menjadi sangat
penting. Secara bertahap, Pemerintah Indonesia telah melakukan reformasi sistem hukum di tanah air. Reformasi sistem hukum ini untuk dapat memastikan penegakkan hukum terhadap para penyalahguna wewenang, pelaku tindak pidana korupsi, serta para pelaku tindakan koruptif lainnya
yang merugikan negara, tanpa pandang bulu. Reformasi sistem hukum juga diarahkan untuk memfasilitasi reformasi birokrasi di ranah institusi hukum. Dengan cara itu, infrastruktur penegak hukum dapat makin kuat dengan ditopang oleh institusi hukum yang tangguh serta dilaksanak oleh sumber daya bidang hukum yang profesional dan kredibel. Reformasi sistem hukum juga menyangkut perbaikan anggaran pembangunan bidang hukum yang lebih memadai; peningkatan
kesejahteraan para penegak hukum; pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi; serta peningkatan kerjasama produktif antar institusi penegakan hukum.
Reformasi sistem hukum yang telah diimplementasikan di Indonesia telah dan terus berjalan. Para penegak hukum telah berhasil melakukan investigasi berbagai kasus penyuapan terhadap pejabat publik yang sebagian besar terkait dengan pengadaan barang dan jasa, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pada lingkup yang lebih luas, Indonesia sebagai anggota G-20, terus berpartisipasi aktif dan berinisiatjf dalam mereformasi sistem keuangan internasional yang lebih transparan dan akuntabel. Partisipasi Indonesia merupakan wujud dan komitmen kita bersama untuk membangun tatanan perekonomian dunia yang lebih terbuka dan lebih berkeadilan.
Hampir lima tahun lalu, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional PBB Melawan Korupsi atau United Nations Convention Against
Corruption, dengan menetapkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2006. Melalui penetapan Undang-Undang ini, kita mengakui bahwa tindak pidana korupsi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, mencederai demokrasi, menciptakan persaingan tidak sehat yang merugikan masyarakat, serta berdampak buruk pada kinerja pembangunan ekonomi. Saat ini, Indonesia terus melakukan sinkronisasi produk-produk hukum agar sejalan dengan amanat Konvensi Internasional PBB Melawan Korupsi. Sejak tahun 2010, Indonesia telah melanjutkan UNCAC reviu yang berlanjut hingga tahun ini. Semuanya itu dimaksudkan untuk memastikan bahwa kecukupan produk hukum dan regulasi yang tersedia harus mampu melawan segala bentuk tindak pidana korupsi yang berdimensi transnasional.
Penegakan hukum yang konsisten dengan tetap memperhatikan hak-hak asasi manusia dan menghindari adanya diskriminasi merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang baik. Proses penegakan hukum harus didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berintegritas tinggi. Penerapan reward and punishment bagi aparat penegak hukum diharapkan dapat mendorong adanya peningkatan kinerja dan aparat penegak hukum masing-masing yang pada akhirnya meningkatkan kinerja. Tentu saja penerapan reward and punishment tersebut tidak langsung dapat menjamin meningkatnya integritas para pengak hukum. Hal tersebut perlu disertai dengan upaya pengawasan internal dan eksternal terhadap kinerja dan perilaku aparat penegak hukum secara menyeluruh dalam membangun bangsa dan negara kearah yang lebih baik.

D.    Penutup
Dalam Hukum Konstitusi Indonesia (the law of the constitution of Indonesia) dalam hal ini dalam UUD NRI 1945 memuat rujukan konstitusional mengenai dasar penguatan bangsa, kebangsaan dan wawasan kebangsaan Indonesia. Salah satu tujuan hukum (law) adalah ketertiban hukum (legal order) akan mendorong dan memperkuat semangat dan jenis kebangsaan yang pada gilirannya merupakan syarat perwujudan adanya suatu negara termasuk negara Indonesia.
Tujuan hukum (law) berupa ketertiban hukum (legal order) berimpitan dengan dan bersenyawa dengan tujuan negara yang perwujudan adanya negara termasuk negara Indonesia tadi telah ditopang oleh perasaan/kesadaran kebangsaan. Adanya perasaan/kesadaram kebangsaan merupakan syarat perwujudan adanya suatu negara termasuk negara Indonesia.
Dan adanya faktor-faktor obyektjf dan faktor-faktor subyektjf dari perasaan/kesadaaran kebangsaan, maka faktor-faktor subyektif lebih dominan peranannya dibandingkan faktor-faktor obyektif dalam perwujudan bangsa negara termasuk hangsa dan negara Indonesia. Perasaan/kesadaran kebangsaan sebagai manifestasi kesadaran nasional mengandung cita-cita yang mengandung dan merangsang suatu bangsa dan negara termasuk bangsa dan negara Indonesia.
Kebangsaan sebagai suatu paham menciptakan dan mempertahankan kedaulatan suatu negara temasuk kedaulatan negara Indonesia dengan mewujudkan satu konsep identitas sekelompok manusia yang hidup bersama. Nilai kebangsaan pada akhirnya dapat dipahammi dari segi nilai intrinsic kebangsaan dan nilai ekstrinsik kebangsaan dalam suatu bangsa dan negara termasuk bangsa dan negara Indonesia. 


0 comments:

Post a Comment