Thursday 19 January 2012


Nah butuh referensi makalah tentang perekonomian? nih ada sedikit referensi dari spirit bloging,

A.    Pendahuluan

Pembahasan mengenai pertumbuhan ekonomi di Indonesia menuju kemandirian berwawasan kebangsaan, merupakan kajian penting yang perlu dilakukan dalam rangka menumbuhkan pemikiran dan semangat nasionalisme ekonomi yang berpijak pada kemandirian bangsa. Suatu Negara tidak dikatakan mampu secara ekonomi apabila Negara tersebut tidak memiliki pertumbuhan ekonomi positif yang terus menerus secara berkesinambungan. Negara –negara di dunia dewasa ini selalu menitik beratka kemajuan dan kemakmuran ekonomi negaanya di lihat dari seberapa besar laju pertumbuhan ekonomi Negara tersebut
Demikian halnya Indonesia , petumbuhan ekonomi selalu di jadikan tolok ukur kemakmuran .Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kemajuan suatu bangsa selalu di lihat dari segi kemampuan bangsa atau Negara dilihat dari segi kemampuan bangsa tersebut dalam menguasahi tehnologi. Kedua anggapan tadi saling berhubungan, karena Negara atau bangsa yang menguasahi tehnologi sudah tentu memiliki kemajuan secara ekonomi.
            Demikian sebaliknya, Negara memiliki kemakmuran secara ekonomi adalah Negara-negara yang mampu menguasai ekonomi. Kenyataan membuktikan bahwa Jepang, Jerman, Amerika dan Negara maju lainya, telah banyak menghasilkan produk tehnologi yang memiliki nilai jual tinggi, hal ini jelas dapat mengacu pertumbuhan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kemakmuran Negara –negara tersebut . namun ada juga kemakmuran seperti ini jika tidak di imbangi oleh kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang memadai, maka secara lambat laun akan mengalami kemunduran.
B.     Pertumbuhan Ekonomi Menuju Kemandirian Bangsa
Pertubuhan ekonomi tinggi, tenu berkaitan erat dengan kemakmuran secara ekonomi yang telah dicapai, meskipun linieritas pertumbuhan ekonomi dengan kemakmuran, kadang terkendala oleh factor pemerataan perolehan pendapatan masyarakat yang belum merata dan belum seimbang. Namun telah menjadi sebuah kenyataan, bahwa Negara-negara didunia sekarang perhatianya terutama tertuju pada bagaiimana cara untuk mempercepat tingkat pertumbuhan ekonominya. Para ekonom dan politisi dari semua Negara, baik Negara-negara kaya maupun miskin, yang menganut system kapitalis, sosialis maupun campuran, semuanya sangat mendambakan dan menomorsatukan apa yang disebut sebagai economic growth (pertumbuhan ekonomi) bagi negaranya.
            Pada setiap akhir tahun, masing-masing Negara selalu mengumpulkan data-data statisticnya yang berkenaan dengan tingkat pertumbuhan GNP (Gross national product), dan dengan penuh harap mereka menginginkan munculnya angka-angka pertumbuhan yang membesarkan hati. Mengejar pertumbuhan ekonomi seakan menjadi target dalam kehidupan ekonomi semua Negara di dunia dewasa ini. Sperti telah kita ketahui, berhasil tidaknya program-program pembangunan di Negara-negara dunia ketiga sering dinilai berdasarkan tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan output dan pendapatan nasional.
            Pertumbuhan ekonomi akan terjadi apabila ada ada peningkatan produktifitas modal, produkivitas tenaga kerja, dan investasi. Harapan yang ingin dicapai dari adanya pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kesejahteraan masyarakat secara merata. Karena dengan di perolehnya kesejahteraan tadi, maka pertumbuhan ekonomi secara bertahap mengantar bangsa Indonesia menuju kemandirian dalam kemakmuran. Ini harus jadi prioritas pembangunan ekonomi nasional yang perlu mendapat perhatian. Sebab dengan kemandirian ekonomi yang kuat pada giliranya dapat membangun integritas ekonomi nasional secara martabat diantara kekuatan ekonomi bangsa-bangsa lain di dunia. Inilah sebenarnya cita-cita luhur pembangunan ekonomi nasioanl yang berwawasan kebangsaan. Suatu cita-cita dimana nilai-nilai kebangsaan menjadi basis agregasi kekuatan ekonomi nasional menuju kemandirian bangsa Indonesia secara terhormat.
Realitas perekonomian nasional kita perlu terus didorong, agar pertumbuhan ekonomi Indonesia bergerak menuju kemandirian berwawasan kebangsaan. Tidak mudah memang dalam membangun kekuatan nasional untuk kemandirian ekonomi bangsa ini, namun demikian setidaknya kita masih punya harapan tentang masa depan perekonomian yang gemilang. Kita perlu terus berjuang untuk tercapainya cita cita nasional bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Membangun kekuatan nasional tidak dapat dilepaskan dari semangat nasionalisme. Kita tidak mungkin memperoleh kembali kemandirian kalau kita tidak berani mengokohkan semangat kebangsaan dengan melakukan terobosan yang inovatif dan kreatif. Inovasssi dan kreativitas memang selalu harus menerobos penghalang yang sudah begitu kuat membendung stagnasi bangsa yang berpredikat depend on to foreign contry.
Kemandirian (self-reliance) menjadi factor sangat penting dalm membangun ekonomi.oleh karenanya ungkapan kata kemandirian,hendaknya tidak sekedar pada pengertian kecukupan diri (self-sufficiency) dibidang ekonomi saja,tetapi juga meliputi factor factor lain, yang di dalamnya mengandung unsur penemuan diri (self-discofery) yang berbasis pada kepercayaan diri (self-confidence).kemandirian adalah satu sikapyang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah demi mencapai suatu tujuan, tanpa menutup diri terhadap berbagai kemungkinan kerjasama yang saling menguntungkan.
Sementara itu dalam pengertian social atau pergaulan antar manusia (kelompok, komunitas), kemandirian juga bermakna sebagaiorganisasi diri (self-organization) atau manajemen diri (self-management). Unsure unsure tersebut saling berinteraksi dan melengkapi sehinggamuncul suatu kekuatan keseimbangan. Dalam konteks kemandirian secara sosial, pencarian pola yang tepat agar interaksi antar unsure dalam masyarakat dapat saling menopang mengokohkan prinsip kemandirian perlu terus dijaga untuk mencapai keseimbangan tadi (kesepadanan/interdependensi). Tanpa adanya sinergitas secara self organizing and self management yang baik dalam masyarakat, maka pola dasar kemandirian yang kuat sulit diwujudkan. Setiap keseimbangan yang dicapai dalm mengokohkan kemandirian akan menjadi landasan bagi perkembangan pola dasar kemandirian sosial berikutnya. Proses kemandirian adalah proses yang berjalan terus menerus tanpa henti.
Dalam kontek pembangunan, sikap mandiri harus dijadikan tolok ukur keberhasilan,yakni apakah rakyat atau masyarakat menjadi lebih mandiri atau malah semakin bergantung, misalnya, apakah petani kita lebih bebas atau malah semakin bergantung pada basis industry (seperti pupuk), apakah industri kita lebih bebas atau malah semakin bergantung pada utang luar negeri.
Sebagai implikasi dari saling berkaitannya unsur-unsur dalam kemandirian, proyek-proyek di bidang ekonomi bagi golongan miskin harus  dirancang secara tepat, sesuai dengan tingkat keseimbangan yang ada pada mereka.  Kemiskinan yang mereka lakoni tidak boleh kita lihat semata sebagai masalah fisik material melainkan juga harus dilihat sebagai tantangan atau  dorongan bagi hadirnya harapan baru atau kondisi yang lebih baik. Proyek-proyek yang dilaksanakan dalam proses pembangunan, harus dapat melibatkan  kelompok-kelompokmarginal yang ada. Dengan kata lain proyek itu harus memungkinkan golongan miskin ikut berpartisipasi, baik tingkat implementasi maupun tingkat pengambilan keputusan, sehinga meraka memiliki landasan bagi terbentuknya proses self-management.
Agar Indonesia dapat bersaing  di eraglobalisasi, maka perlu dilakukan suatu perubahan, dari “ketergantungan” menuju “kemandirian”. Di tengah gencarnya arus globalisasi ekonomi yang membuat posisi Indonesia menjadi “depend on”, maka hanya ada satu jawaban yaitu ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif merupakan suatu kegiatan ekonomi dengan serangkaian kegiatan produksi dan distribusi baik barang atau jasa yang di kembangkan secara kreatif dimana aktifitasnya sangat berprinsip pada proses penciptaan dan trans saksi nilai. Aspek sumberdaya manusia atau (talent), teknologi, keberagaman budaya  dan pasar yang kritis (critical mass) sangat penting dalam menjalankan ekonimi kreatif.
Peran generasi muda sangat penting dalam membangun ekonomi kreatif. Generasi muda yang cenderung  think out of the box, sangat membantu dalam mengembangkan ekonomi kreatif dukungan pemerintah tersebut dapat berupa penyediaan lahan bantuan permodalan kemudahan birokrasi, dan penyuluhan atau pelatihan kewirausahaan. Pada gilirannya lambat laun ekonomikreatif ini dapat melahirkan kemanan dirian Negara Indonesia.
Kemandirian ekonomi telah menjadi tuntutan politis bagi bangsa Indonesia yang berdaulat. Kemandirian adalah bagian integral dan makna dari Sebuah kedaulatan itu sndiri. Tidak ada suatu kedaulatan yang kokoh dan genuine tanpa kemandirian. Apabila kedaulatan memiliki suatu makna, karena kemandirian memberikan martabat bagi bangsa yang mengaku berdaulat itu. Martabat bangsa yang berdaulatdan mereka tidak tergantung pada bangsa lain, tidak berada dalam protektorat tidak dalam posisi tersubordinasi. Kemandirian bangsa yang berdaulat adalah martabat yang  diraih sebagi hasil perjuangan berat dari ketertaklukan, dari humiliasi  (penghinaan)  dan dehumanisasi (penurunan martabat kemanusiaan) social-politik serta social-kultural. Mencapai kemandirian menjadi penegakan misi suci yang kodrati dari bangsa Indonesia.
Sebagai mana dikemukakan oleh muhammad Hatta (Sri Edi Swasono, 5 maret 1998),  kemandirian bukan pengucilan diri kemadirian bias dalam ujud dinamiknya, yaitu interdependensi. Dalam Interdepensi global dan ekonomi terbuka bangsa Indonesia harus tetap teguh dalam mempertahankan prinsip independensi, yaitu bahwa dengan memberikan kesempatan pada bangsa asing menanam modalnya di Indonesia, namun kita sendirilah yang harus tetap menentukan syarat-syaratnya. Kemandirian bermakna dapat menentukan sendiri apa yang terbaik bagi kepentingan nasional, tanpa mengabaikan tanggung jawab global.
C.    Menuju Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Tinggi
Di dalam Rencana Pembangunan jangka Menengah Nasional (2009 -2014) di nyatakan bahwa perkembangan perekonomian nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia yang sedang mengalami krisis ekonomi yang di picu oleh kasus sub mortgage di Amerika Serikat. Krisis ini telah menyebabkan perekonomian Amerika mengalami resesi yang dalam yang telah menjalar ke Negara maju lainya sehingga berimbas pula ke berbagai Negara di dunia termasuk Indonesia.
Selama kurun waktu 2004-2008 perekonomian Indonesia cenderung membaik. Hal ini di tunjukan dengan naiknya pertumbuhan ekonomi dari 5,0 persen pada tahun 2004 kemudian meningkat menjadi 6,3 persen pada tahun 2007 merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang untuk pertama kalinya di atas 6,0 persen sejak krisis ekonomi tahun 1998. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2008 mencapai 6,1 persen. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008, terutama, di dorong oleh investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) dan ekspor barang dan jasa yang masing-masing tumbuh sebesar 11,7 persen dan 9,5 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008, terutama, di dorong oleh sector pertanian yang tumbuh yang tumbuh 4,8 persen. Sementara itu, pertumbuhan industry non migas hanya tumbuh sebesar 4,0 persen. Dari sector tersier, penyumbang terbesar untuk pertumbuhan adalah sector pengangkutan dan telekomunikasi; listrik, gas, dan air bersih; serta konstruksi yang masing-masing umbuh sebesar 16,7 persen; 10,9 persen; dan 7,3 persen.
Dampak krisis global mulai di rasakan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sejak triwulan IV tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2008 menurun minus 3,6 persen jika dibandingkan dengan triwulan III tahun 2008 (q- t-q). sementara itu, pada triwulan sebelumnya ekonomi tumbuh positif, yaitu 6,2 persen pada triwulan I; 6,7 persen pada triwulan II; dan 6,4 persen pada triwulan III. Krisis global yang berdampak pada turunya permintaan dunia, menurunya harga minyak dan komoditas – menyebabkan ekspor barang dan jasa tumbuh negative 5,5 persen pada triwulan IV 2008 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dampak global juga mendorong pembalikan aliran modal dari Indonesia ke luar negri sehingga investasi / pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) hanya tumbuh 0,8 persen pada triwulan IV jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Penurunan pertumbuhan ekonomi berlanjut sampai dengan triwulan II tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2009 adalah 4,4 persen pada triwulan II laju pertumbuhan menurun menjadi 4,0 persen. Pada triwulan III 2009 laju pertubuhan ekonomi meningkat kembali menjadi 4,2 persen yang  menunjukan tanda-tanda pemulihan ekonomi nasional sejalan dengan mebaiknya ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi sampai dengan triwulan III tahun 2009 tumbuh 4,2  persen (y-o-y). Dari sisi permintaan,  pertumbuhan pertumbuhan ekonomi didorong oleh pengeluaran pemerintah dan pengeluaran masyarakat yang masing-masing tumbuh 15,1 persen dan 5,2 persen.  Sementara itu  ekspor masih tumbuh negatif, yaitu 14,1 persen. Dari sisi produksi, perumbuhan ekomoni terutama didorong oleh sector pertanian yang meningkat sebesar 3,4 persen; dan sector tersier yaitu sector listrik, gas, dan air serta pengangakut dan telekomunikasi yang masing –masing tumbuh 13,9 persen dan 17,6 persen. Sementara itu, industry pengolahan nonmigas hanya tumbuh 1,9 persen.
Pada tahun 2009 untuk mempercepat pemulihan ekonomi , berbagai upaya untuk mrngurangi kemerosotan ekspor dan lambatnya pertumbuhan investasi perlu ditingkatkan. Di samping itu, konsumsi masyarakat diupayakan untuk tetap dijaga dengan memelihara daya beli masyarakat melalui pengendalian inflasi ketersediaan pasokan komoditas terutama , kebutuhan pokok dan berbagai program pemberdayaan masyarakat dan bantuan sosial . Efektifitas pengeluaran pemerintah juga ditingkatkan dengan program stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat dan peningkatan investasi. Dengan memperhatikan pengaruheksternal dan berbagai kebijakan yang di ambil, pertumbuhan ekonomi ahun2009 diperkirakan sebesar 4,3 persen.
Salah satu sumber utama pertumbuhan ekonoi yang berkelanjutan adalah investasi. Kegiatan penanaman modal menghasilkan investasi yang akan terus menambah stok modal (capital stok). Peningkatan stok modal ini akan meningkatkan produktifitas serta kapasitas dan kualitas produksi. Peningkatan daya tarik investasi akan dipengaruhi oleh upaya perbaikan  iklim investasi. Belum optimalnya kinerja investasi saat ini selain disebabkan oleh penurunan kegiatan ekonomi global juga karena masih adanya permasalahan iklim investasi yang masih terjadi, dari proses perijinan investasi sampai dengan pelaksanaan realisasi investasi. Hal ini telah menyebabkan menurunya minat untuk melakukan investasi, baik untuk perluasan usaha yang telah ada maupun untuk investasi baru ermasuk persebaran investasi.
Untuk itu, upaya peningkatan daya tarik investasi menjadi penting. Investasi dalam bentuk Pembentukan Modal Tetao Domestic Bruto (PMTB) sebagai salah satu pertumbuhan ekonomi , selama periode 2005-2008 meningkat rata-rata sebesar 8,6 persen per tahun. Akibat krisis ekonomi dunia, pada triwulan III tahun 2009 PMTB hanya tumbuh sebesar 4,0 persen jika dibandingkan dengan priode yang sama tahun 2008. Kinerja investasi tersebut sebagian didukung oleh meningkatnya nilai investasi sector non migas berupa Realisasi  izin  usaha tetap (IUT)dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanam modal asing (PMA) yang cenderung meningkat setiap tahunnya.
Realisasi investasi PMDM meningkat dari Rp 15,4 triliun  pada tahun  2008 atau rata-rata tumbuh  sebesar  7,2 persen  bahkan pada periode januari sampai sebtember tahun 2009 mencapai Rp 28,1 triliun. Sementara itu realisasi investasi PMA telah meningkat dari USD 4,6 miliar pada tahun 2004 menjadi USD 14,9 miliar pada tahun 2008 atau rata-rata tumbuh sebesar 34,3 persen. Pada periode januari sampai sebtember tahun 2009 realisasi investasi PMA mencapai usd 9,3 miliar. Pilihan utama lokasi investasi, baik untuk PMDN maupun PMA adalah pulau jawa. Peran PMDN dipulau jawa terhdap total PMDN cenderung meningkat dari sebesar 51,2 persen pada tahun 2004 menjadi 74,6 persen pada periode januari sampai sebtember tahun 2009. Selain pulau jawa, lokasi utama investasi domestic berada di pulau Sumatra.
Meskipun perkembangan pilihan lokasi investasi untuk PMA masih berubah-ubah dari tahun 2004 sampai dengan 2008, secara keseluruhan masih tetap terkonsentrasi di pulau jawa realisasi PMA di pulau jawa pada tahun 2004 sebesar 70,4 persen meningkat menjadi 90,3 persen dapa periode januari sampai September tahun 2009 hal ini menunjukan bahwa investasi asing non migas di luar pulau jawa perlu di tingkatkan.
Dari sisi export, selama tahun 2004 samapi 2008 export Indonesia tumbuh cukup tinggi, dari USD 71,6 miliar  pada tahun 2004 menjadi USD 137,0 miliar pada tahun 2008 atau meningkat rata-rata 17, 6 persen pertahun  peningkatan export tersebut didukung oleh kenaikan export migas dan export non migas. Export migas meningkat dari USD 15,6 miliar pada tahun 2004 menjadi USD 29,1 miliar pada tahun 2008. Sementara itu, export non migas meningkat dari USD 55,9 miliar pada tahun 2004 menjadi USD 107,8 miliar pada tahun 2008 atau meningkat dengan rata-rata sebesar 17,9 persen dalam periade 2004 sampai 2008 yang di sebabkan oleh peningkatan harga dan volume export.
Tekanan terhadap export Indonesia mulai terjadi pada tahun 2009. Pada periode jaunari sampai septmber 2009,ekspor migas menurun 51,0 persen akibat menurunnya harga minyak dan gas di pasar internasional.Sementara itu,ekspor nonmigas menurun sebesar 18,3 prsen pada Januari-Septmber tahun 2009 karena menurunnya prmintaan dunia sebagai akibat dari krisis ekonomiglobal.Tekanan terberat terjadi pada ekspor produk industry yang penurunannya mencapai 25,5 perseen jika dibandingkan dengan nilai ekspor ppada periode yang sama pada tahun 2008 yang di sbabkan oleh penurunan ,baik harga maupun volume ekspor nonmigas Indonesia.
Upaya diversifikasi pasar tujuan export non migas Indonesia sudah cukup berhasil. Konstrasi export pada lima Negara utama (berdasarkan nilai export) makin menurun setiap tahu, yang di ikuti dengan peningkatan export ke Pasar lainya (kelompok Negara tujuan ekspor di luar pasar ekspor utama). Konsentrasi ekspor pada lima Negara terus menurun dari 50,7 persen pada tahun 2004 menjadi 47,0 persen pada tahun 2009 ( Tabel 3.6 ). Bangsa pasar ekspor lainya juga terus menunjukan kenaikan dari 49,3 persen pada tahun 2004 menjadi 53,0 persen pada tahun 2009. Sejalan dengan perkembangan perdagangan global, komposisi lima Negara yang menjadi pasar ekspor utama selama periode 2004-2009 sedikit mengalami pergeseran. Pada tahun 2004-2006, lima Negara yang termasuk ke dalam pasar ekspor utama adalah Jepang, Amerika Serikat, Singapura, China, dan Malaysia, sedangkan pada tahun 2007-2009 komposisi ini sedikit bergeser menjadi Jepang, Amerika Serikat, China, Singapura, dan India.
Pasca krisis keuangan Asia, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi yang cukup dalam. Pertumbuhan ekonomi negative; inflasi melonjak cukup tinggi; capital flight yang pasif; dan kurs nilai tukar yang melemah secara drastic. Demikian pula cadangan devisa sangat tipis, diiringi angka pengangguran, kemiskinan, dan gini ratio yang memburuk. Itulah gambaran perekonomian Indonesia pada tahun 1997-1998. Kondisi ini semakin diperburuk dengan instabilitasi politik dan keamanan. Akibatnya, masa transisi pemulihan ekonomi berjalan lambat. Namun, kita patut bersyukur dalam kurun waktu lebih dari sepuluh tahun terakhir ini, masa transisi pemulihan ekonomi telah dilalui dengan baik. Saat ini, Indonesia telah tampil sebagai Negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi positif yang insya Allah mampu mengantar Indonesia menjadi Negara emerging economy.
Sejak tahun 2005, kondisi perekonomian dan kesejahteraan rakyat juga terus mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi, terus membaik. Bahkan pada saat dunia di hantam krisis keuangan global pada tahun 2008-2009 lalu, Indonesia merupakan satu dari sedikit Negara di luar Tiongkok dan India yang mampu mencatat pertumbuhan ekonomi positif sebesar 4,5 persen pada 2009.
Pertumbuhan ekonomi ini kembali menguat pada tahun 2010 hingga mencapai 6,1 persen. Bahkan pada triwulan pertama 2011, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai 6,5 persen. Bahkan pada triwulan pertama 2011, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai 6,5 persen. Pertumbuhan ekonomi ini tidak hanya di topang oleh sector konsumsi, tetapi juga di topang oleh sector investasi dan kinerja ekspor yang terus membaik. Kami menargetkan petumbuhan ekonomi ini akan terus meningkat hingga melebihi 7 persen pada tahun 2014 mendatang. Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat ini, berdampak baik pada meningkatnya pendapatan per kapita. Pada tahun 2010, pendapatan per kapita telah mencapai US$ 3.004,9 atau meningkat 27,9 persen di banding tahun 2009 yang baru mencapai US$ 2.349,6.
Kinerja pertumbuhan ekonomi yang terus membaik, juga di barengi dengan tingkat inflasi yang terkendali rendah pada kisaran 6 persen. Di sisi lain, tingkat investasi juga meningkat tajam. Sepanjang tahun 2010, realisasi penanaman modal mencapai Rp. 208,5 triliun atau meningkat 54,2 persen di bandingkan periode yang sama tahun 2009; dan 30,2 persen di atas target tahun 2010 lalu. Kinerja ekpor juga meningkat cukup tajam hingga menembus nilai 100 milyar US dollar per tahun.
Pada tahun 2010, nilai ekspor di Indonesia telah mencapai US$ 157,73 miliar atau meningkat 35,38 persen di banding tahun 2009. Kinerja ekspor ii diperkirakan akan mencapai angka  US$ 200 miliar pada tahun 2011 ini. Kinerja ekspor yang terus membaik ini, tentu memberikan kontribusi yang besar pada cadangan devisa. Kita bersyukur, cadangan devisa kita hingga ahir April 2011 lalu telah mencapai US$ 115 milyar. Jumlah ini, tentu  memberikan landasan yang makin kuat bagi stabilitas nilai tukar rupiah.
Kondisi perekonomian yang terus membaik, tentu berdampak positif bagi perbaikan kesejahteraan rakyat. Hal ini di tandai dengan tingkat pengangguran yang terus mengalami penurunan, dari 9,1 persen pada 2007 menjadi 6,8 persen pada bulan Febuari 2011. Tingkat kemiskinan juga terus menurun dari 16,6 persen pada 2007 menjadi 13,3 persen pada 2010. Pada 2011 kita mentargetkan tingkat kemiskinan akan menurun menjadi  sekitar 11,5-12,5 persen. Ketimpangan pendapatan juga turun sebagaimana terlihat dari penurunan gini ratio, dari 0,357 pada 2009 menjadi 0,331 pada 2010.
Konsisten dengan penurunan tingkat pengangguran, kemiskinan, serta perbaikan ketimpangan pendapatan, jumlah penduduk kelas menengah juga mengalami pertumbuhan yang pesat. Laporan ADB bulan Agustus 2010 menyebutkan jumlah penduduk  kelas menengah Indonesia dalam kurun waktu 1999-2009 meningkat dau kali lipat, dari 45 juta menjadi sekitar 93 juta orang.
Kinerja pembangunan ekonomi selama tahun 2010 juga telah makin memperbaiki persepsi performa perekonomian Indonesia di komunitas internasional. Berbagai institusi pemeringkatan internasional telah menngkatkan Indonesi’s Sovereignty Rating. UNCTAD juga telah menetapkan Indonesia sebagai 1 dari 10 negara dengan daya tarik terbesar untuk FDI tahun 2010-2011.
Berbagai prestasi pembangunan eknomi itu juga telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu grow market  karena memiliki PDB  sekitar 1 persen dari PDB Dunia. PDB Negara kita juga di prediksi akan menuju US$ 1triliun PDB yang akan segera menantarkan Negara kita ke jajaran emerging economy country. Saat ini PDB Indonesia telah mencapai US$ 695 miliar, dan berada pada urutan ke 17 dunia. Dengan PDB yang cukup besar itulah, Indonesia kini tergabung dalam kelompok G-20, bersama korea dan Negara-negara Asia lainnya.
Peningkatan kinerja, apresiasi, serta prediksi positif yang saya kemukakan tadi, tentu menjadi sinyal bahwa proses pembangunan  yang kita jalankan telah berada pada arah yang benar. Namun, dengan potensi yang di miliki baik dari sisi smber daya alam maupun sumber daya manusia, kita menginginkan sebuah lompatan yang lebih jauh lagi. Untuk itu, di perlukan sebuah langkah terobosan, bukan hanya sekedar pendekatan “business  as usual”, untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan.
Salah satu langkah terobosan itu, adalah dengan diluncurkanya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia ( MP3EI) 2011-2025. Masterplan ini terdiri dari tiga strategi utama, yaitu; Pertama ,mengembangkan Koridor Ekonomi Indonesia; Kedua, memperkuat Konektivitas Nasional; dan Ketiga, mempercepat Kemampuan Sumber Daya Manusia dan IPTEK Nasional.
Melalui Masterplan ini, kita tingkatkan investasi di bidang infrastruktur sekaligus memperbaiki konektivitas untuk memacu demand pull dan supply push dalam kebijakan pembangunan ekonomi. Melalui Masterplan ini, kita ingin menjadikan Indonesia Negara maju dan kekuatan 12 besar dunia pada 2025 dengan pendapatan per kapita US$ 13.000 – 16.100; dan 8 besar dunia pada 2045 dengan pendapatan per kapita US$ 46.900.
Pada lingkup yang lebih luas, percepatan pembangunan ekonomi Indonesia juga kita upayakan dengan memberikan perhatian makin besar pada perluasan kerja sama ekonomi internasional. Saat ini hingga ke depan nanti, kerja sama ekonomi di forum APEC, G-20, ASEAN serta berbagai kerja sama bilateral maupun multilateral lainya, diarahkan untuk meningkatkan kesanggupan bangsa Indonesia, dalam mengalirkan sumber kemakmuran di berbagai penjuru dunia itu, guna memperkokoh fondasi perekonomian nasional yang menyejahterakan masyarakat.
Ke depan, kita ingin memperkokoh fondasi perekonomian nasional yang di topang oleh kehadiran pasar domestic yang makin tangguh; daya beli masyarakat yang makin meningkat; produktifitas dan daya saing yang makin membaik di dukung peningkatan kapasitas berekreasi dan berinovasi; serta kapasitas perekonomian nasional yang makin besar, dalam ikut memenuhi kebutuhan pasar global; serta ikut berinisiatif dalam membangun tatanan perekonomian dunia yang makin terbuka, berketahanan dan berkeadilan.
D.    Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan
Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan adalah elemen yang tidak bias ditinggalkan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menggambarkan terjadinya peningkatan dan perluasan kegiatan ekonomi suatu Negara. Peningkatan tersebut akan mendorong pada terbukanya kesempatan kerja baru bagi rakyat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang positif memungkinkan suatu Negara untuk meningkatkan tehnologi dan kemampuanya melakukan akumulasi modal (baik fisik maupun modal sumber daya manusia) yang kemudian akan berdampak positif pada produktivitas.
Terbukanya lapangan pekerjaan baru dan peningkatan produktifitas pada akhirnya berimplikasi positif pada penghasilan yang di terima rakyat. Apabila hal ini berkelanjutan, tingkat kesejahteraan rakyat akan meningkat. Pertumbuhan ekonomi dapat di dorong dari dua sisi, yakni sisi permintaan dan sisi penawaran.
Dari sisi permintaan ada empat komponen utama di dalamnya yang perlu mendapatkan perhatian.
Pertama, investasi yang memegang peran penting bagi pertumbuhan ekonomi. Terciptanya akumulasi modal dapat meningkatka produktivitas seiring  dengan tingkat investasi yang tinggi,. Karena kebutuhan investasi masih belum mampu di penuhi oleh penanam modal dalam negeri, usaha untuk menarik investasi asing masuk ke Indonesia masih harus dilakukan, terutama melalui usaha perbaikan iklim investasi yang terus menerus. Selain itu, investasi masih terpusat  di daerah dan indusrtri tertentu. Dengan demikian, langkah kebijakan diversifikasi dan penyebaran  investasi harus secara intensif dilakukan, di sesuaikan dengan potensi atau sumber daya spesifik yang dimiliki daerah atau industry.
Kedua, ekspor yang juga merupakan sumber bagi pertumbuhan ekonomi. Dari waktu ke waktu kinerja ekspor Indonesia terus menunjukkan perbaikan. Namun, peningkatan kiunerja ekspor pertanian dan pertambangan masih sangat di pengaruhi oleh peningkatan harga di pasar internasional. Seiring dengan peningkatan persaingan di pasar global, peningkatan ekspor akan lebih diutamakan pada produk-produk yang mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar, peningkatan diversifikasi pasar tujuan  ekspor. Peningkatan daya saing produk ekspor diakukan dengan menurunkan biaya logistic, meningkatkan ketersediaan infrastuktur, mengurangi pungutan liar,dan menyederhanakan peraturan dan procedur perizinan , sehingga biaya ekonomi dapat di tekan.
Ketiga, kebijakan menjaga daya beli. Daya beli rakyat akan dapat di tingkatkan apabila pendapatan masyarakat mengalami peningkatan. Selain itu, masyarakat akan  merasa sejahtera ketika dapat membeli kebutuhan sehari-hari dengan mudah. Hal ini tidak dapat terjadi apabila harga meningkat tiba-tiba, sementara penghasilannya tetap (daya beli rakyat turun). Oleh karena itu, dalam menjaga daya beli rakyat, salah satu langkah kebijakan yang perlu dilakukan adalah menjaga tingkat inflasi. Untuk harus di antisipasi faktor-faktor yang menimbulkan gejolak inflasi, terutama yang terkait dengan proses distribusi dan pergerakan harga di pasar internasional. Apabila daya beli terjaga, tingkat kondsumsi rakyat juga akan terjaga, yang kemudian akan mendukung pula erciptanya pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi penting, terutama apabila mangingat masih tingginya kontribusi konsumsi rumah tangga bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Keempat, optimalisasi pengeluaran pemerintah dan pengelolaan kekayaan negara.  Pengeluaran pemerintah memiliki peran yang tidak kalah penting apabila dibandingkan dengan komponen pertumbuhan ekonomi lainnya, terutama di saat terjadi ancaman krisis ekonomi. Pemberian stimulus fiskal di harapkan mampu mendorong peningkatan permintaan, serta menutupi penurunan permintaan akiba turunnya investasi dan ekspor. Namun, pengeluaran pemerintah juga di batasi oleh ketersediaan anggaran (resource envelope) yang di miliki. Apabila pengeluara terlalu besar, defisit anggaran akan membesar, dan dapat mengancam keberlangsungan kebijakan fiskal ke depan. Di sisi lain, pengeluaran yang terlalu besar juga dapat mengurangi porsi konsumsi dan investasi swata dalam perekonomian (crowding out effect). Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan optimalisasi Pengeluaranya secara efektif dan efisien, yang didukung dengan pengolahan asset secara akuntabel dan bertanggung jawab melalui pengolaanhan kekayaan Negara yang andal dan kredibel.
Terciptanya stabilitas ekonomi makro merupakan kondisi yang tidak kalah pentingnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pra syarat bagi pertumbuhan ekonomi. Perekonomian nasional hanya dapat memberikan kinerja yang baik apabila di dukung oleh kestabilan ekonomi yang kokoh. Volatilitas pada harga barang, tingkat suku bunga, tingkat pertumbuhan ekonomi, atau utang pemerintah dapat memberikan gangguan pada perekonomian, terutama sector swasta, yang membutuhkan kepastian dalam menjalankan usahanya yang pada giliranya akan mempengaruhi kesejahteran masyarakat.
Dalam rangka menciptakan stabilitas ekonomi yang kokoh stabilitas harga dan stabilitas nilai tukar harus dapat dijaga. Gejolak harga yang tinggi selain mengurangi daya beli masyarakat juga akan menimbulkan ketidakpastian dalam berusaha. Nilai tukar yang berfluktuasi juga akan menimbulkan ketidakpastian bagi kinerja sector perdaganggan karena ketika nilai tukar terlalu menguat daya saing ekspor akan menurun dan sebaliknya ketika nilai tukar melemah perekonomian akan terganggu oleh tingginya harga impor. Untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut langkah kebijakan moneter harus dipertajam.
Stabilitas ekonomi juga didukung oleh kebijakan fiscal yang berkelanjutan. Tingkat devisit atau utang yang terlalu tinggi akan meningkatkan ketidakpercayaan swasta kepada pemerintah. Kebijakan anggaran deficit akan mendorong pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan, baik luar negri dalam bentuk pinjaman luar negri maupun dari pinjaman dalam negri dalam bentuk penerbitan surat berharga Negara (SBN). Dengan kebijakan seperti ini, resiko memegang obligasi Negara semakin meningkat yang pada giliranya mendorong tingginya yield yang harus di bayarkan pemerintah. Bila itu terjadi, stabilitas makro ekonomi dapat terganggu. Pengelolaan tingkat deficit anggaran dan utang yang baik ( melalui debt switch atau buy back ) yang ada dalam kebijakan fiscal dan berkelanjutan menjadi penting dalam menyokong terciptanya stabilitas makro ekonomi.
Stabilitas ekonomi juga sangat bergantung pada sector kebijakan sector keuangan. Krisis ekonomi Indonesia tahun 1998 berawal dari krisis di sector keuangan yang selanjutnya memberikan pengaruh buruk pada seluruh bidang pembangunan.
Krisis ekonomi dunia yang baru saja terjadi juga dipicu oleh krisis di sector keuangan. Oleh karena itu, stabilitas sector keuangan ini harus menjadi focus utama dalam mendukung stabilitas ekonomi yang kokoh.
Dalam rangka terciptanya stabilitas ekonomi yang kokoh, diharapkan tingkat inflasi dapat dijaga sebesar rata-rata 4,0 – 6,0 persen per tahun pada tahun 2010-2014, volatilitas nilai tukar rupiah terjaga, dan cadangan devisa berkisar USD 101,4 miliar sampai USD 105,5 miliar pada tahun 2014. Sementara itu, dari sisi keuangan Negara, deficit anggaran pada tahun 2014 di upayakan pada tingkatan yang aman sekitar 1,2 – 1,9 persen.
E.     Penutup
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabilitas ekonomi akan menjadi kurang berarti apabila hanya di nikmati oleh sebagian kelompok masyarakat. Kondisi seperti ini menunjukan bahwa hanya sebagian kecil rakyat akan menikmati peningkatan kesejahteraan rakyat sehingga tidak sesuai dengan tujuan pembangunan bidang ekonomi. Oleh sebab itu, pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan merupakan elemen penting yang menjamin pengembangan ekonomi dapat dinikmati oleh semua rakyat secara adil.
Pengembangan ekonomi inklusif adalah pembangunan yang memberikan kesempatan pada seluruh anggota masyarakat untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam proses pertumbuhan ekonomi dengan status yang setara, terlepas dari latar belakang mereka. Dengan demikian, pembangunan ekonomi inklusif menciptakan kesempatan bagi semua dam memastikan akses yang sama terhadap kesempatan tersebut.
Pencapaian pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan di dukung oleh kebijakan pada sector tenaga kerja, kemiskinan, dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Disisi kebijakan tenaga kerja, kebijakan-kebijakan seperti pelatihan, pembekalan, pengembangan sekolah menengah kejuruan(SMK)  dapat memberikan tambahan skill bagi tenaga kerja sehingga memudahkan untuk dapat mengisi lowongan kerja yang tersedia. Dengan begitu, semakin banyak orang terlibat dalam proses pembangunan.
Terkait dalam kebijakan pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan memiliki kaitan yang sangat erat. Pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan dapat memiliki dampak positif terhadap agenda pengurangan kemiskinan. Hal ini dapat di tempuh melalui (1) dampak pertumbuhan ekonomi akan meningkat ketika kesenjangan berhasil diatasi, (2) pembangunan ekonomi yang inklusif dapat meningkatkan aktifitas kebijakan pengurangan kemiskinan dengan memfokuskan pada penciptaan dan pemberian akses yang sama pada kesempatan kerja.
Dengan begitu, mereka yang selama ini miskin karena tidak pernah mendapat kesempatan, dapat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk keluar dari kemiskinan. Sebalikya, kebijakan pengurangan kemiskinan melalui pemberian bantuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar (pendidikan dan kesehatan) juga akan memberikan dukungan pada terciptanya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.

           
           



MODUL  8
KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN
DEMOKRASI   INKLUSIF
A.    Pendahuluan
Demokrasi dan kesejahteraan bertemali sedemikian kuat. Demokrasi di percaya sebagai jalan bagi peningkatan  kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, kesejahteraan rakyat  diyakini sebagai kondisi yang perlu bagi tegaknya nilai-nilai dan konsolidasi demokrasi yang sehat (robust democracy).
Pengalaman Indonesia pada awal transisi pasca gerakan reformasi menunjukkan betapa pentingnya kondisi ekonomi dalam menata ulang tatanan demokrasi. Membuka ruang demokrasi di saat krisis ternyata telah menimbulkan berbagai kegaduhan politik. Banyak pihak menjadi pesimis, bila krisis terus berlangsung dan tuntutan demokrasi terus menguat , maka tidak mustahil akan melahirkan “democrazy”, yang mewujud ke dalam berbagai  bentuk tindakan melawan hukum.
Mereka yang pesimis tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena dalam khazanah pemikiran klasik, membangun demokrasi bukan pekerjaan sembarangan. Ia membutuhkan sejumlah parakondisi agar proses berdemokrasi tidak jatuh pada anarki. Pra kondisi tadi adalah adanya sejumlah massa yang melek hukum dan politik (mass literacy) serta mendapat jaminan hidup yang baik.kehadiran mereka di perkuat oleh struktur kelas menemengah yang stabil dan cukup besar, serta hidup dalam tradisi menghormati kebersamaan social (egalitarism) dan toleransi yang melembaga yang bersanding dengan otonomi individu warga Negara (Ewing, 1947 dalam Heywood , 2002).
Persoalanya haruskah proses berdemokrasi di henikan hingga diyakini bahwa pra kondisi untuk berdemokrasi benar-benar terpenuhi ? pertanyaan ini terasa penting  karena tuntutan untuk belajar berdemokrasi bukan lagi kebutuhan tertier, yang harus di penuhi bila kebutuhan primer dan sekunder sudah tercukupi.
Lagi pula, meski belajar berdemokrasi dalam kondisi infrastruktur politik yang lemah dan kian kemaruknya mereka yang mengendalikan suprastruktur politik beresiko memancing kegaduhan yang terlalu besar, menghentikan sama sekali proses berdemokrasi sebagai cara paling cepat mengatasi segala kegaduhan, tidaklah dikehendaki semua orang. Tuntutan demokratisasi kini kian masif dan kehadiranya telah menjadi mitos politik yang di pandang perlu.
B.     Prakondisi untuk Mempercepat Pelembagaan Demokrasi
Banyak bangsa melekatkan pembangunan demokrasi dengan pemajuan kesejahteraan rakyat sebagai cara meredam rintangan demokrasi dari dalam. Rintangan di maksud tidak lain adalah radikalisme akibat melebarnya kesenjangan social antar warga. Dampak kesenjangan social akan jauh lebih besar bila berhimpitan dengan disparitas antar etnik.
Melihat pengalaman bangsa lain – dan dapat berlaku disini – terdapat kondisi bahwa kebanggaan terhadap identitas etnik dapa mengalahkan identitas kebangsaan. Kondisi tadi, menurut Nodia (1994) terjadi bila rakyat tidak memiliki prestasi politik dan kelembagaan yang dapat di banggakan. Jadi, ancaman regionalism, bahkan separatism boleh jadi mencuat bukan semata-mata karena “fanatisme” keetnikan, etapi lebih di karenakan absenya prestasi dan kelembagaan yang membanggakan rakyat sebagai warga bangsa.
Sebuah survey nasional yang di lakukan AC Nielsen (1999) mengungkapkan bahwa masalah ekonomi dipandang sebagai masalah terbesar bangsa Indonesia oleh 70 % responden yang tersebar di pulau Jawa, di samping masalah politik (25%), kekerasan (22%), dan social (6%). Penilaian serupa di ungkapkan pula 75 % responden yang tersebar di Sumatera , di samping masalah kekerasan (31%), politik (25%), dan social (6%). Responden di Papua , menilai ekonomi sebagai masalah utama (65%), selain politik (29%), kekrasan (25%), dan social (12%). Responden di Kalimantan pun menilai ekonomi (56%)sebagai masalah terbesar bangsa Indonesia, di susul kekerasan (23%), politik (17%), seperti halnya juga di Sulawesi, dimana, 69% menilai ekonomi sebagai masalah terbesar bangsa Indonesia di susul kekerasan (25%), politik (25%), dan soaial (6%).
Mungkin karena penilaian semacam itulah, sebagian besar rakyat Indonesia (63%) tidak dapat menyatakan bagaimana demokrasi dapat mengubah hidup mereka di negeri ini. Diantara mereka yang menyatakan pendapatnya, jawaban yang paling umum muncul adalah menganggap perbaikan ekonomi sebagai konsekuensi langsung demokrasi (24%), di susul hak-hak politik (14%), dan kedamaian, stabilitas atau musyawarah (9%).
Meski dalam presentase yang berbeda, responden di semua daerah sampel menempatkan ekonomi sebagai masalah utama yang paling dirasakan rakyat . ini bearti, kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah- masalah ekonomi adalah langkah yang paling di tunggu.
Jadi, pada level pribadi, demokrasi – sebuah konsep yang merajai wacana politik Indonesia mutakhir – di harapkan menjadi jawaban masalah yang paling di rasakan sebagian besar rakyat, alaih-alih sebagai kumpulan janji abstrak. Sayangnya, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi sebagai pilihan jalan menuju kemakmuran bersama amat rendah. Bila usaha meringankan beban rakyat akibat deraan krisis dapat di wujudkan, maka masih ada peluang bangkitnya rasa berbangsa melampaui kebanggaan rakyat terhadap identitas etniknya. Sebuah prestasi bangsa yang membanggakan rakyat akan mengokohkan rasa berbangsa.
C.    Membentuk Kapasitas Warga Negara Demokratis sebagai Daya Ungkit (leverage) Percepatan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat.
Sebagai proses inklusif, proses belajar berdemokrasi bukan saja dapat dijalani semua orang, tetapi juga harus di tempuh melalui usaha-usaha yang wajar dalam kalkulasi ke Indonesiaan.
Kita sepakat dengan universalitas nilai demokrasi. Namun sebagai sesuatu yang  “dekat” dan terjalin dalam nilai-nilai kehidupan  manusiawi, penerapan ide-ide demokrasi yang universial menjadi terkait dengan budaya local tempat dimana ide-ide tadi diterjemahkan kedalam tindakan social.
Demokrasi Indonesia tidak lain adalah penerapan ide-ide demokrasi yang universal menurut kondisi Indonesia dan tingkat perkembangan  yang dapat dicapainya. Oleh karena itu, tanpa menafikan prasyarat dan universalitas ide-ide demokrasi, langkah-langkah berikut mendesak arah reformasi sebagai  investasi demokrasi jangka panjang..
Pertama,  proses demokrasi sama sekali tidak bisa menafikan norma, proses, dan institusi hokum. Sebab tidak ada pergaulan hidup yang tidak mengindahkan aturan main (rule of game). Sayangnya, dari serangkaian  proses reformasi  tengah berjalan, reformasi dalam proses dan institusi peradilan amat kedodoran. Padaha bila dilihat dari sudut kepentingan  masyarakat, kedua hal tadi  tidak kalah penting dibanding mengurangi bobot kekuasaan  eksekutif dan memberdayakan legislatif.
Bagi masyarakat luas, DPR boleh saja terus berseteru dengan presiden soal kebijakan menaikkan harga BBM misalnya, tetapi tidak bisa memberikan para koruptor terus menghisap darah dan melipat uang rakyat sambil menari-nari menyaksikan massa yang mehakimi maling sandal jepit di rumah tetangganya. Penegakan demikrasi akan menjadi perkara yang absurd bila kita hidup di tengah-tengah ketakberdayaan institusi  peradilan mengoperasionalkan slogan yang di buatnya sendiri, “hukum  harus di tegakkan meski langit akan runtuh.”   
Lebih dari itu, pemguatan institusi dan proses peradilan dibutuhkan bukan saja sebagai upaya penegakkan hukum,  tetapi dalam konteks  yang lebih luas di perlikan sebagai goal keeper bagi proses distribusi kekuasaan Negara, hal ini berarti, penguatan dan independensi mahkamah agung harus di tempatkan sebagai langkah strategis reformasi di bidang hokum.
Kedua, sejalan dengan kian bernafsunya berbagai organisasi social bermain di panggung publik, maka kehadiran pemuka pendapat (opinion leader) diharapkan lebih berperan sebagai katalisator konflik. Bila berbagai benturan dan anarkisme antara anggota kelompok yang lain menisbikan praktik demokrasi diasumsikan sebagai akibat limpahan limbah politik, maka harus disadari pula terdapat kemampuan kelompok social untuk menghindari penetrasi konflik politik.
Dalam konteks ini, kehadiran berbagai kelompok social – yang berbasis agama, budaya, profesi, atau semata-mata dibentuk atas persamaan hobi-diharapkan tetap menjadi agensi moral yang mampu mengendalikan nafsu politik, seperti terungkap dalam kebijakan para filosof, bila politik terus  menggoda orang  untuk bertingkah secerdik ular, maka para moralis harus terus mengingatkan para petualang politik untuk bertindak setulus merpati. Lebih dari itu , meski kondisi social politik mengharuskan para toko organisasi social menghampiri  arena politik, karena hendaknya tetap sadar bahwa ular dan merpati  dapat saja berbaring bersama, tetapi merpati tidak akan terbuat rayuan atau bahkan tertidur lelap di pangkuan ular.
Peran tadi hanya mungkin dijalakan sebuah organisasi bila kehadirannya tetap istiqomah dalam memegang bila adirannya tetap istiqomah dalam memegang  misinya dan tahan terhadap godaan –godaan politik. Peran yang dimainkannya dalam wilayah public semata-mata untuk menjaga agar kebijakan yang diambil pemerintah sejalan dengan misi lembaganya dan tidak menempatkan dirinya sebagai kaki tangan mereka  yang sedang merebut atau mempertahankan kekuasaan.
Ketiga, distribusi sumber-sumber kekuasaan yang memungkinkan meningkatnya keterlibatan rakyat dalan beragam agenda publik sebagai inti demokratisasi harus disertai sosialisasi nilai-nilai dan budaya kewarganegaraan (civic cultur). Budaya tadi tidak lain adalah sikap dan tindakan yang di angun atas dasar nilai-nilai yang menekankan pentingnya hak warga Negara dalam Mengambil kebijakan publik sebuah pertisipasi yang dilandasi kesederajatan dalam hubungan timbale balik antar sesama warga (egalitarianism), toleran dalam mengahadapi perbedaan paham, kepercayaan dankepentingan (pluralism), serta mengembangkan solidaritas danmemupukrasa saling percaya (trust) antarsesama .
Last but not least, pendekatan paling konvensionalmengingat pentingnya keteladanan pemimpin dalam membangun demokrasi. Meski sangat di tentukan oleh tingkat kemakmuran dan variabel instrumental lain, demokrasi hanya akan menjadi sesuatu yang konkret bila sebuah masyarakat dipimpim oleh sebuah orang-orang yang benar-benar demokratis.
Dalam konteks ini, nasihat umar bin khathab kepada  pengikutnya menjadi relevan. Jika seorang pemimpin menyimpang, maka rakyatnya pun akan menyimpang dan orang yang paling celaka adalah (pemimpin) yang membuat celaka orang lain.

D.    Makna Peningkatan Kesejahteraan dan Pelembagaan Demokrasi Inklusif.
Keadilan sosial adalah nukleus pembangunan ekonomi dan buah demokrasi. Membangun demokrasi dalam bingkai Negara kesatuan tidak bisa di sandarkan kepada sekelompokorang. Diperlukan jaminan kesamaan did ala kesempatan bagi semua elemen masyarakat, termasuk jaminan keterlibatan kaum “bumi putera” , yang papa harta dan tanpa akses terhadap jaring-jaring kekuasaan.
Ikatan kebangsaan yang semata-mata didasarkan atas kesamaan sejarah, kesamaaan bahasa ,nasib dan kesamaan –kesamaan obyektif lainya tidak lebih penting di banding kemauan bersama untuk hidup sebagai warga bangsa. Tentu aja amat ideal bila sebuah bangsa yang memiliki kebijakan obyektif dibalut kemauan untuk hidup dalam ikatan kebangsaan. Namun karena banyak bangsa ditakdirkan memiliki pluralitas sejak kelahiranya, menempatkan kesamaan cirri-ciri alamiah sebagai sebagi dasar ikatan kebangsaan menjadi kurang strategis bagi bangsa-bangsa yang majemuk semacam Indonesia. Orientasi kebangsaan tidak diwariskan, melainkan terbentuk melali beragam kontak sosial. Sejarah pembentukan kebangsaan Indonesia berlangsung  dalam rentang revolusi panjang.
Mengaitkan isu-isu primodial dalam praksis politik sehari-hari (day to day politics) mengindikasi bahwa kehadiran kelembagaan demokrasi tidak serta merta di ikuti oleh penguatan budaya demokrasi. Hal ini amat mudah di pahami karena membangun budaya demokrasi membutuhkan usaha lebih keras disbanding mendirikan parpol, parlemen, LSM, atau menggelar pemilu sekalipun. Lebih-lebih bila apa yang di sebut sebagai prasyarat berdemokrasi seperti pendidikan, tingkat pendapatan, jaminan kesehatan dan pelayanan sosial belum ditangani secara memadai. Gagasan penguatan budaya berdemokrasi menempatkan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) sebagai momentum penting bagi konsolidasi demokrasi di tanah air. Semangat membangun demokrasi dalam ikatan NKRI tidak boleh melemah atau di belokan arahnya karena sudah di tulis dengan darah reformasi dalam lempengan sejarah bangsa yang tidak mungkin di hapus.
Keberpihakan para pemilih pada visi demokrasi dan kewarganegaraan kandidat presiden dan kepala daerah akan menentukan rancang bangun kehidupan sosial politik Indonesia lima tahun ke depan. Selain hharus tampak dari pengalamanya dalam memimpin kekuatan sosial politik, visi demokrasi sang kandidat harus tampak dari kejelianya dalam mempertimbangkan agenda-agenda penguatan budaa demokrasi sebagai berikut.
Pertama, kesanggupan membangun kompetensi partisipasif sebagai dasar keterlibatan individu dalam perumusan agenda dan pembuatan kebijakan publik. Kompertensi di maksud mencakup kemampuan untuk melihat dan mendekati masalah sebagai anggota masyarakat, kemampuan bekerja dengan orang lain secara kooperatif dan bertanggung jawab mengenai sebuah peran dan kewajiban dalam masyarakat. Selain itu kemampuan memahami, menerima dan toleran terhadap keragaman budaya, kapasitas berpikir secara sistematis, kritis, keinginan menyelesaikan konflik secara damai (bloodless conflict), dan keinginan untuk mengubah kebiasaan dan gaya hidup konsumtif. Tak kurang penting adalah kemampuan, sensitivitas, dan komitmen terhadap penegakan hak asasi manusiadan kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik lokal, nasional, dan global.
Sekolah dan keluarga adalah lembaga yang secara konvensional di tugasi menanamkan nilai-nilai yang di pandang sebagai kebaikan oleh masyarakatnya. Selain itu, terkait dengan corak peternalistik yang kuat mengharuskan para pemimpin tampil sebagai “guru bangsa”. Oleh karena itu, bila tidak dapat tampil sebagai guru dalam pengertian yang sebenarnya, sang presiden dan kepala daerah terpilih sekurang-kurangnya menampilkan kompetensi komunikasi yang mencerahkan, yang dapat membaea pengikutnya dari gelap gulita ke jalan yang terang benderang.
Kedua, kesanggupan membuat roadmap, semacam skenario bagi keterlibatan semua pihak dalam melakukan perbaikan. Di dalamya termasuk pilihan peran bagi kelompok miskin yang kerap terpinggirkan. Oleh karena itu, pertama-tama harus di lakukan revisi menyangkut kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih terfokus kepada penciptaan peluang usaha dan peningkatan penghasilan. Hal ini hanya mungkin dilakukan bila pemerintah memiliki peta masalah dan potensi yang ada di masyarakat, sehingga kebijakan yang di ambil tidak terbatas pemberian bantuan atau mendorong pembentukan kelompok swadaya masyarakat. Tanpa keterlibatan seluruh anggota masyarakat, kebijakan tadi tidak akan memperbaiki posisi masyarakat, alih-alih hanya mengalihkan persoalan.
Ketiga, melakukan penguatan jaringan dan iklim demokrasi dengan membangun komunitas yang menjunjung tinggi budaya kewargaan (civic culture) yang menjamin hak berpartisipasi warga negara dalam pembuatan keputusan yang menyangkut kepentingan publik. Partisipasi di maksud didasarkan atas nilai-nilai egalitarian atau kesetaraan di antara sesama warga; menjunjung tinggi pluralisme dalam gagasan, kepercayaan, dan kepentingan yang di pertimbangkan dengan penuh toleransi, di sertai rasa saling percaya (trust) yang dapat menepis prasangka sosial yang tidak berguna.
Nilai-nilai kewargaan tidak bisa di harapkan datang dari pemimpin yang menganut klerikalisme, yakni sosok pemimpin yang mendambakan orde sosial hierarkis yang didasarkan atas otoritas sakral atau di sakralkan. Hal serupa tidak bisa pula di harapkan datang dari figur yang di besarkan dari komunitas seksklusif, yang menempatkan ketunggalan pemikiran dan keyakinan sebagai keharusan.
Selain mendorong wawasan kebangsaan yang inklusif, kebijakan strategis yang harus di ambil adalah membuka sekat-sekat yang menyebabkan terkotak-kotaknya masyarakat ke dalam ikatan keterbelakangan, orientasi kesukuan dan kedaerahan, maupun sekat-sekat yang menutup akses kelompok masyarakat bagi keterlibatanya dalam pembangunan.
Memprioritaskan pembangunan sarana dan iklim pembeljaran, kesempatan berusaha, dan perbaikan jaminan sosial dan kesehatan merupakan agenda mendasar platform pembangunan kesejahteraan sosial. Namun tidak boleh dilupakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur telekomunikasi karena yang di sebut terakhir ternyata berpengaruh signifikan terhadap penguatan demokrasi.
Pengalaman negara-negara berkembang yang tidak tergolong kaya dalam membangun demokrasi layak di jadikan pelajaran. Di Alaska misalnya , fasilitas telekomunikasi bukan saja telah berperan nyata dalam mengatasi kendala-kendala akibat kesulitan trasportasi, tetapi juga telah di manfaatkan untuk melekatkan anggota masyarakat dengan sistem politiknya melalui audioconferencing dengan anggota legislatif, pembukaan akses bagi pelayanan kesehatan, maupun sarana melakukan kontak dengan pejabat publik.
Pemanfaatan telekomunikasi bagi penguatan demokrasi memunculkan idiom “ teledemokrasi “, yakni penguatan demokrasi melalui sosialisasi nilai-nilai demokrasi jarak jauh secara mobile, individual, dan sukarela. Dari kaca mata ekonomi pun pembangunan sarana telekomunikasi menguntungkan masyarakat, karena menurut perhitungan Internasional Telecomunication Union ( ITU) setiap kenaikan 1% teledensity akan di ikuti pertumbuhan ekonomi sebesar 3%. Estimasi tadi masuk akal karena peningkatan penyediaan dan pelayanan jasa telekomunikasi akan langsung berdampak terhadap kegairahan kegiatan ekonomi karena kemudahan memantau fluktuasi harga, tingkat penawaran  dan permintaan, pergeseran perilaku konsumen, maupun kecenderungan informasi pasar yang berubah amat cepat.
Hal ini penting agar masalah Indonesia tidak hanya di teropong dari kaca mata dan jalan pikiran orang Jakarta. Peta masalah dan scenario pemajuan bangsa selayaknya juga mampu mempertimbangkan secaya memaddai denyut aspirasi politik orang-orang perbatasan Atambua- Timor Leste, Singkawang, Sambas- Serawak, atau keluguan pendapat orang-orang Cilauteureum di penghujung selatan Jawa Barat. Penduduk yang berdomisili di daerah terpencil sekalipun harus di dengar pendapatnya, dan di perhitungkan gagasanya, sebab mereka pun pemilik sah Republik ini.
E.     Penutup  
Membangun demokrasi dalam bingkai Negara kesatuan menuntut
keterlibatan semua elemen bangsa. Karena itu, pembangunan demokrasi, pemerataan taraf kesejahteraan, dan kecakapan politik warga harus menjadi proyek inklusif. Keterlibatan semua pihak adalah modal social bagi pembangunan system politik demokratis yang sehat. Semoga ungkapan sarkastis bahwa orang-orang kecil selalu mendapatkan bagian terburuk dari negeri kaya raya hanya terdengar dari telenovela Amerika Latin yang di gandrungi ibu-ibu.
II. TUJUAN  
A.          Mengidentifikasi kapasitas warga Negara yang demokratis sebagai daya ungkit (leverage) peningkatan kesejahteraan rakyat.
B.           Mengelaborasi makna keadilan social dalam konteks peningkatan kesejahteraan dan pelembagaan demokrasi inklusif.


MODUL 10
PEMBANGUNAN DAERAH YANG INTENSIF

A.    Pendahuluan
Reformasi yang telah di gulirkan sejak 1998  membuahkan hasil antara lain memberikan kesempatan yang sama  pada semua daerah baik provinsi maupun  kabupaten dan kota untuk membangun daerahnya, atau yang lebih di kenal dengan otonomi daerah. Tujuan otonomi daerah adalah untuk peerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Sebagaimana diketahui, bahwa otonomi (autonomy) berasal dari bahsa yunani, auto berarti sendiri dan nomus berarti hukum atau peraturan. Menurut Encyclopedia of Social Sciens ,  otonomi dalam pengertian orisinil adalah The Legal Self of Sufficiency of cicial body and  in actual independence. Dalam kaitanya dengan politik dan pemerintahan,otonomi daerah besifat self government  atau the condition of living under one’s own laws. Jadi otonomi daerah adalah yang memiliki legal self  sufficiency yang bersifat self government  yang di atur dan di urus oleh own law, oleh karena itu otonomi daerah lebih menitik beratkan pada aspirasi dari pada kondisi (sarunjang, 2001:33).
Selanjutnya Sarundajang  mengartikan otonomi daerah sebagai berikut:
1.      Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom, hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintahan (pusat) yang di serahkan kepada  daerah.
2.      Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayahnya.
3.      Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang di serahkan kepadanya.
4.      Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain.
Dengan demikian, cirri-ciri atau batasan otonomi daerah adalah sebagai berikut:
1.      Pemerintah daerah yang berdiri sendiri.
2.      Melaksanakan hak, wewenang , dan kewajiban pemerintah oleh sendiri.
3.      Melakukan pengaturan, pengurusan dari hak, wewenang , dan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya melalui peraturan yang di buat sendiri.
4.      Peraturan yang menjadi landasan hukun urusan pemerintahan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.
B.     KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH
Hasil amandemen ke dua UUD 1945 menegaskan tentang pembagian wilayah NKRI yang mempertegas Fungsi dan Kedudukan Pemerintaha Daerah , pasal 18 menyebutkan:
1.      Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota , yang tiap-tiap provinsi , kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang di atur dengan Undang-Undang.
2.      Pemerintah daerah provinsi , daerah kabupaten , dan daerah kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya di pilih melalui pemilihan umum.
3.      Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten , dan daerah kota memiliki Dewan perwakilan rakyat daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4.      Gubernur , Bupati , dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5.      Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya , kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan.
6.      Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lainya untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan


                               Pasal 18A menyebutkan :
1.      Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi , kabupaten , kota , atau provinsi dan kabupaten dan kota , di atur dengan Undang-Undang dengan memperhatikan kekhususan dan keanekaragaman daerah.
2.      Hubungan keuangan , pelayanan umum , pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainya antara pemerintah pusat dan di atur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang

   Pasal 18B menyebutkan :
1.   Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang.
2.      Negara mengakui dan mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hokum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat  dan prinsip Negara Kesatuan Republik  Indonesia , yang di atur dengan undang-undang.
Oleh karena terjadi perubahan terhadap pasal 18 UUD 1945,  penjelasan UUD 1945 yang ikut menjadi acuan dalam mengatur pemerintahan daerah menjadi tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu-satunya sumber konstiusional pemerintahan daerah adalah Pasal 18, Pasal 18 A, dan Pasal 18 B, selain meniadakan keracunan, penghapusan penjelasan Pasal 18 sekaligus sebagai penataan UUO 1945 baik dari sejarah pembuatan penjelasan maupun meniadakan keganjilan ( Bagir Manan, Op, Cit, hlm 7 ).
Perubahan pasal 18 ini di maksudkan untuk lebih memperjelas pembagian daerah dalam NKRI yang meliputi daerah provinsi terdapat daerah kabupaten dan kota. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) ini mempunyai keterkaitan erat dengan ketentuan Pasal 25 A mengenai wilayah NKRI.
Secara konseptual ataupun hokum, pasal-pasal baru tentang pemerintahan daerah dalam UUD 1945 memuat berbagai prinsip baru dan arah politik pemerintahan daerah yang baru pula. Hal-hal tersebut tampak dari prinsip dan ketentuan sebagai berikut :
1.      Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 ayat 2). Ketentuan ini memuat dan menegaskan bahwa pemerintahan otonomi dalam NKRI. Dalam pemerintahan daerah hanya ada pemerintahan otonomi (termasuk tugas pembantuan). Prinsip baru yang terdapat di dalam pasal 18 lebih sesuai dengan gagasan daerah membentuk pemerintahan mandiri di daerah yang demokratis. Tidak ada lagi urusan pemerintahan sentralisasi dalam peraturan daerah. Gubernur, Bupati, Walikota semata-mata sebagai penyelenggara otonomi di daerah.
2.      Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 ayat 5). Meskipun secara historis UUD 1945 menghendaki otonomi seluas-luasnya, tetapi karena tidak di cantumkan, maka terjadilah penyempitan otonomi daerah menuju pemerintahan sentralistik. Untuk menegaskan kesepakatan yang telah ada pada saat penyusunan UUD 1945 dan meghindari pengebirian otonomi menuju sentralisasi, maka sangat tepat, Pasal 18 B baru menegaskan pelaksanaan otonomi seluas-luasnya. Daerah berhak mengatur dan mengurus segala urusan atau fungsi pemerintahan yang oleh undang – undang tidak di tentukan sebagai yang di selenggarakan oleh pusat.
3.      Prinsip kekuasaan dan keragaman daerah Pasal 18 A ayat (1). Prinsip ini mengandung makna bahwa pembentuk dan isi otonomi daerah ditentukan oleh berbagai keadaan khusus dan keragaman daerah.
4.      Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hokum adat bserta hak-hak tradisionalnya (Pasal 18 B ayat 2). Yang dimaksud dengan masyarakat hokum adat adalah : masyarakat hokum yang berdasarkan atas hokum adat atau adat istiadat, seperti desa, marga, kampong, meunasa, huta, dan lain-lain. Masyarakat hokum adalah kesatuan masyarakat yang bersifat territorial atau geneologis yang memiliki kekayaan sendiri, memiliki warga yang dapat di bedakan dengan warga masyarakat hokum lain dan dapat bertindak ke dalam atau keluar sebagai satu kesatuan hokum (subyek hokum) yang mandiri dan memrintah diri mereka sendiri. Kesatuan –kesatuan masyarakat ini tidak hanya diakui tetapi di hormati. Artinya mempunyai hak hidup yang sederajat dan sama pentingnya dengan kesatuan pemerintah lain, seperti pemerintah kabupaten dan kota. Pengakuan dan penghormatan itu di berikan sepanjang masyarakat hokum dan hak-hak tradisionalnya masih nyata ada dan berfungsi dan sesuai dengan prinsip-prinsip Negara kesatuan. Pembatasan ini perlu, untuk mencegah tuntutan seoalh-olah suatu masyarakat hokum masih ada sedangkan kenyataanya telah sama sekali berubah atau hapus, antara lain karena terserap pada satuan pemerintahan lainya. Juga harus tunduk kepada prinsip Negara kesatuan.
5.      Prinsip mengakui dan meghormati pemerintah daerah yang bersifat khusus dan istimewa (Pasal 18 B ayat 3). Ketentuan ini mendukung keberadaan berbagai satuan pemerintahan bersifat khusus atau istimewa (baik tingkat provinsi, kabupaten, dan kota atau desa).
6.      Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam satuan pemilihan umum (Pasal 18 B ayat 3). Hal ini telah terealisasi dalam pemilihan umum anggota DPRD tahun 2004. Gubernur , bupati, walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintah di pilih secara demokratis.
7.      Prinsip hubungan pusat dan daerah harus di laksanakan secara selaras dan adil (Pasal 18 A ayat 2). Prinsip ini di terjemahkan dalam UU No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dengan menyatakan bahwa hubungan itu meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainya, yang di laksanakan secara adil dan selaras.
Dengan adanya perubahan ketentuan Pasal 18 UUD 1945, maka sebagai pelaksana teknisnya pemerintah bersama DPR membuat suatu ketentuan hokum mengenai pemerintah daerah, yaitu dengan diundangkannya undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian diubah menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Pada saat ini telah mengalami perubahan kembali menjadi UU No. 12 tahun 2008  tentang perubahan kedua atas UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan azas  desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam  UU No. 22 tahun  1999 adalah  mendorong  untuk memberdayakan  masyarakat,  menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Oleh Karena itu, UU No. 22 tahun 1999 menempatakan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan kota.
Efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah daerah perlu ditimgkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara susunan pemerintahan dan  atau dengan pemerintahan daerah, potensi keanekaragaman daerah peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan  system penyelenggaraan pemerintah Negara.
C.    Pentingnya Otonomi Daerah dalam Kerangka Pembangunan Nasional NKRI
Otonomi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak dimaksudkan seluruh kebijakan daerah lepas dari penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia, melainkan daerah diberikan kebebasan untuk membangun daerahnya, menggali potensinya untuk kesejahteraan masyarakat namun tetap dalam kerangka persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga kebersamaan dan kerjasama antara daerah mutlak diperlukan untuk membangun NKRI. Atas dasar teori sitem, bahwa satu daerah merupakan bagian dari system basar negara,  maka pelaksanaan otonomi tidak akan menimbulkan  kesenjangan apalagi berpecah melainkan tetap dalam satu system penyelenggaraan Negara Republik Indonesia.
Dengan demikian, pembangunan daerah sebagai bagian intregasi dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip kebersamaan dalam wadah NKRI. Sebagai daerah otonom, suatu daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan Negara.
Negara Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut azas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Karena itu, Pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahanya ditetapkan dengan undang-undang.
Lebih lanjut lagi dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945 menyetakan: “ daerah Indonesia akan di bagi dalam daerah provinsi, dan daerah provinsi akan di bagi pula dalam daerah yang lebih kecil , daerah-daerah itu bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi….”
Dalam penjelasan pasal tersebut, dikemukakan bahwa “oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidstaat, maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah dalam lingkungan yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan di bagi dalam daerah ang lebih kecil.  Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek en locale rechggemeenschappen) atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan di tetapkan dengan undang-undang “. Di daerah –daerah yang  bersifat otonom akan diadakan  Badan Perwakilan Daerah, oleh karena itu di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan (Deddy Supriadi et.al 2003, dalam juniarso et.al, 2009:117).
Dalam menyusun undang-undang tentang desentralisasi territorial , maka harus “memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam system pemerintahan Negara”. Menurut ketentuan Pasal 18 UUD 1945, bahwa dasar permusyawaratan atau perwakilan tidak hanya terdapat pada pemerintahan tingkat pusat melainkan juga dalam susunan daerah besar dan kecil harus dijalankan melalui permusyawaratan atau harus memiliki badan perwakilan.
Di sisi lain , hak melakukan pemerintahan sendiri sebagai sendi kerakyatan dalam sebuah Negara kesatuan tidak lain berarti otonomi, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan demikian, makin kuat alasan pemerintah dalam susunan daerah besar dan kecil menurut pasal 18 UUD 1945 tidak lain dari pemerintahan yang tersusun atas dasar otonomi.
Dengan demikian, UUD 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenanganyang luas , nyata dan bertanggungjawab kepada daerah, sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR-RI No. XV/MPR/1998  tentang penyelenggaraan otonomi Daerah.
Otonomi daerah sesuai dengan TAP MPR No. XV/MPR/ 1998 itu pada dasarnya dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pelaksanaan sebagai berikut:
1.      Pemyelenggaraan otonomi daerah memberikan wewenang yang luas , nyata , dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang di wujudkan melalui pengaturan , pembagian , dan pemanfaatan sumber daya nasionaal yang berkeadilan serta pengaturan pertimbangan keuangan pusat dan daerah.
2.      Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatikan keanekaragaman daerah.
3.      Penyelenggaraan otonomi, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan , perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka mempertahankan dan memperkokoh Negara secara berkesinambungan yang diperkuat dengan pengawasan DPRD dan masyarakat.

Dari uraian tersebut ,dapat di pahami bahwa pembangunan daerah dimaksudkan untuk kesejahteraan masyarakat di daerah khususnya dan umumnya semua masyarakat di Indonesia. Atas dasar itu, maka Pasal 18 UUD 1945 setelah amandemen , yaitu pasal 18 dan Pasal 18B , Pasal 18A merupakan sumber konstitusional pemerintahan daerah. Perubahan Pasal 18 ini dimaksudkan untuk memperjelas pembagian daerah dalam NKRI yang meliputi daerah provinsi dan daerah kabupaten/ kota.
Ketentuan pasal 18 itu mempunyai keterkaitan dengan pasal 25A mengenai wilayah NKRI. Isilah “dibagi atas”(bukan “terdiri atas”) dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan.istilah itu langsung menjelaskan bahwa Negara kita adalah Negara kesatuan di mana kedaulatan Negara berada di tangan pusat dan hal tersebut konsisten dengan kesepakatan untuk mempertahankan bentuk Negara kesatuan (Ni’matul Huda, 2005 :20).
Konsekuensi dari pasal 18 UUD 1945 yang menghendaki adanya pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah di wajibkan untuk melaksanakan asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Selanjutnya di tegaskan kembali dalam Pasal 20 UU No. 12 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, Pasal itu menegaskan :
1.   Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan Negara yang terdiri atas :
a.       Asas kepastian hokum;
b.      Asas tertib penyelenggaraan Negara;
c.       Asas kepentingan umum;
d.      Asas keterbukaan;
e.       Asas proporsionalitas;
f.       Asas profesionalitas;
g.      Asas efisiensi;
h.      Asas afektivitas;
2.   Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan dan asas dekondentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3.   Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintah daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Sementara itu dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 ( UU nomor 17/ 2007) disebutkan bahwa Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi ke generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhanya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertegas bahwa kewenangan pembangunan yang di berikan kepada daerah seluas-luasnya terutama dalam menggali kekayaan daerah bukan untuk di habiskan oleh satu generasi sekarang melainkan harus menjadi potensi yang berkesinambungan pada generasi yang akan datang.
Sementara itu, dalam RPJP tersebut di jelaskan pula tentang dan berkeadilan di tandai oleh hal-hal berikut :
1.      Tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antar wilayah dalam kerangka NKRI.
2.      Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrument jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.
3.      Terpenuhi kebutuhan hunian yang di lengkapi dengan prasaranan dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang di dukung oleh system pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan , efisiensi, dan akuntabilitas untuk mewujudkan kota tanpa pemukiman kumuh.
4.      Terwujudnya lingkumgan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan serta mampu memberikan nilai tumbuh bagi masyarakat.
D.    Pentingnya Membangun Daerah
Pembanguan daerah sesungguhnya dimaksudkan untuk menggali potensi daerah demi kesejahteraan masyarakat di daerah. Sehingga pembangunan nasional dapat terdistribusikan secara adil keseluruh pelosok daerah. Namun tetap dalam koridor NKRI. Pembangunan daerah sebagai bagian integrasi dari pembangunan nasioanal tidak bisa di lepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagian daerah otonom, suatu daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat khususnya dan umumnya kepada Negara ( konstitusi ).
Pembangunan daerah amat pentingdilakukan dan selenggarakan oleh daerah sendiri, karena daerahlah yang mengetahui apa dan bagaimana serta mengapa masyarakatnya. Pemerintahan daerah pula yang memahami tentang poensi unggulan yang dimiliki oleh daerahnya.dan pemerintah daerah jugalah yang merasakan kelemahan yang dimilikinya sekaligus tentang dan tentangan dan ancaman yang dihadapi serta peluang yang dimiliki.
Proses peralihan dari system sentralisasi ke system desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonomi,yaitu penyerahan urusan pemerintah dengan pemerintah daerah yang yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintah. Tujuan otonomi adalah untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan publik.sedangka tujuan yang ingin dicapai dalam penyerahan ini antara lain menumbuhkembangkan daerah dalam berbagi bidang,meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses petumbuhan (HAW Widjaya,2004 : 21-22)
Juniarso, dkk (2009:128) menjelaskan lebih jauh bahwa, UUD 1945 secara prinsip menganut dua nilai dasar, yaitu  nilai kesatuan dan nilai otonomi. Pemerintah  adalah satu-satunya pemenang kedaulatan rakyat , bangsa, dan Negara. Nilai dasar otonomi diwujudkan dalam benuk pemerintah daerah yang berwenang menyelenggarakan desentralisasi di Indonesia terkait erat  dengan  pola pembagiankekuasaan antara pusat dan daerah , karena  dal penyelenggaraan desantralisasi, selalu  ada dua  unsur  penting, yaitu pembentukan daerah  otonom dan penyerahan kekuasaan secara  hokum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus  bagian-bagian  tertentu urusan pemerintah.
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah di perlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara propolsional dan berkeadilan. Atas dasar itu, konstitus yang menganut negar akesatuan memilih penyelenggaraan pemerintah yang desentralistis. Upaya itu di rumuskan dalam pasal 18 UUD 1945 Amandemen Kedua, yang kemudian dijabarkan kembali ke dalam UU No. 11 tahun 2008 tentang perubahan atas UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah.
Undang –undang tersebut berimplikasi terhadap kewenangan pemerintah daerah yang cukup luas , khususnya dalan penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah , kecuali urusan yang tertuang di dalam ketentuan Pasal 10 ayat (3).
Bertitik tolak dari uraiaan tersebut ,dapat di tarik pemahaman bahwa kaidah partisipasi , transparasi dan keadilan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah senantiasa menjadi perhatian. Bahkan dengan pergeseran penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi , di harapkan bisa meningkatkan kemampuan dan tanggungjawab politik daerah dalam membangun proses demokrasi di daerah. Lebih dari itu , dari aspek kelembagaan , pergeseran hubungan pemerintah pusat dan daerah yang sebelumnya bersifat hirarkis, selanjutnya berubah menjadi hubungan kemitraan. Walaupun demikian daerah provinsi memiliki kedudukan sebagai wilayah administrasi , sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI.
Desentralisasi adalah intrumen pencapaiian tujuan bernegara dalam kerangka keatuan bangsanya secara demokratis. Untuk itu, harus diperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk menyelenggarakan desentralisasi dengan kebutuhan memperkuat kesatuan nasional.
Dalam hal ini, terdapat dua tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijakan desentralisasi yaitu:
Pertama, tujuan politik yang memposisikan pemerintahan daerah sebagai medium pendidikan politik bagi masyarakat tingkat lokal dan secara agregat akan berkontribusi pada pendidikan politik secara nasional.
Kedua, tujuan administrasi  yang memposisikan pemerintahan daerah sebagai unit pemerintahan tingkat local yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan masyarakat secara efektif, efisien, dan ekonomi. Dengan demikian, tujuan utama pelaksanaan otonomi daerah adalah meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat serta terwujudnya kehidupan yang lebih baik dan adil dalam hal pendapatan dan terciptanya rasa aman. Salah satu aspek penting lain adalah pemberdayaan masyarakat sehingga dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan serta penyelenggaraan pemerintah pada umumnya.
Otonomi daerah juga menggunakan prinsip otonomi seluas-iuasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Dengan demikian daerah memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan dalam memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, perkasa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan, dalam rangka mewujudkan tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia
Semoga pembangunan daerah yang telah dimulai sejak reformasi berbuah pada kesejahteraan rakyat Indonesia dan menaikkan kualitas kehidupannya, sesuai tujuan nasional yang telah digariskan dalam UUD 1945.
E.     Mendorong Percepatan Pembangunan Daerah
Kita mengenal peribahasa; “janganlah seperti ayam yang mati diatas lumbung padi”. Peribahasa tersebut sangatlah relevan dengan kondisi Indonesia di abad 21 ini. Banyak orang yang mengutarakan bahwa kekayaan Indonesia adalah kaya akan sumber daya alam, serta posisi Indonesia dalam posisi strategis. Namun, apalah makna dari kedua alasan tersebut manakala tidak memiliki dampak yang positif terhadap kesejahteraan suatu bangsa. Karena itu, diperlukan redefinisi pemaknaan dari kekeyaan suatu bangsa.
Sebagai contoh, Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal berhasil membantu Banjarnegara, Jawa Tengah, melepaskan statusnya sebagai kabupaten tertinggal, pada 2010. Di Kalimantan Selatan, tercatat masih sekitar 800 desa yang masuk daerah desa tertinggal. Jumlah itu mencapai 40% dari total 1.958 desa di daerah ini. Mentri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Helmi Faisal Zaini mengatakan tidak semua daerah tertinggal tak memiliki potensi ekonomi. Ia mencontohkan Sulawesi Barat, yang merupakan daerah penghasil kakao terbaik didunia, yang termasukdaerahtertinggal. “Sulawesi Barat seluruhnya daerah tertinggal,” Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal akan merekomendasikan kepada Kementrian Pendidikan Nasional untuk membangun sekolah menengah kejuruan yang sesuai dengan kekhasan daerah itu, sehingga dapat meningkatkan potensi daerah tersebut. Pada tahun 2010 masih terdapat 183 kabupaten yang masuk kategori daerah tertinggal dan 128 kabupaten di antaranya berada di Kawasan Timur Indonesia. Di Kawasan Timur Indonesia, memang masih menghadapi masalah lemahnya kerja sama antarpemangku kepentingan. Juga butuh banyak pembangunan infrastruktur”.
Untuk mewujudkan pemerataan dan perluasan pembangunan di seluruh tanah air, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraan di hadapan DPD RI tanggal 19 Agustus 2009, menyampaikan pandangannya mengenai pembangunan untuk semua (Development for all) melalui enam strategi utama.
Pertama, strategi pembangunan yang inklusif, yang menjamin pemerataan dan keadilan, yang mampu menghormati dan menjaga keberagaman rakyat Indonesia. Pembangunan untuk mencapai cita-cita kermerdekaan Indonesia tidak boleh diartikan secara sempit, dengan sekedar mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, apalagi bila hanya dilakukan dan dinikmati oleh sekelompok kecil pelaku ekonomi, atauoleh sedikit daerah tertentu saja. Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah harus terus-menerus memperbaharui pemahaman dan kesepakatan bersama dalam membangun Indonesia. Kesepakatan ini dipandu oleh visi Indonesia jangka menengah dan jangka panjang. Arah Indonesia dalam jangka panjang 2005-2025 telah ditetapkan dalam UU Nomor 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Sedangkan dalam jangka menengah , kita segera akan menyusun  Rencana Pembanguna Jangka Menengah baik di tingkat Nasional maupun di masing-masing daerah harus diserasikan. Dengan demikian, strtegi dan pelaksanaan pembangunan Indonesia yang inklusif dapat segera dilaksanakan secara efektif dan saling menunjang.
Dalam kerangka pembangnan yang inklusif ini, pemerintah telah menjalankan berbagai macam kebijakan. Di antaranya adalah program-program Pro Rakyat, yang salah satu contohnya adalah pengembangan program –program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dengan memberdayakan masyarakat langsung pada tingkat kecamatan dan desa. Karena yang kita bangun bukan hanya daerah perkotaan, tetapi juga masyarakat di desa-desa. Dengan PNPM Mandiri, masyarakat desa dapat menentukan prioritas pembangunan di wilayahnya masing-masing. Berbagai program pro-rakyat untuk membantu masyarakat miskain dan hampir miskin, adalah juga bagian dari kerangka pembangunan yang inklusif ini.
Kedua, pembangunan Indonesia harus berdimensi kewilayahan. Setiap provinsi, setiap kabupaten/kota , adalah pusat-pusat pertumbuhan negeri, yang harus bisa memanfaatkan segala potensi daerahya masing-masing , baik sumber daya alam,sumber daya manusia , maupun letak geosrtategisnya. Itulah sebabnya pemerintah sungguh-sumgguh mendorong daerah-daerah perbatasan untuk memanfaatkan peluang kerja sama pembangunan regional seperti IMT- GT dan BIMP – EAGA, maupun kerja sama perbatasan dengan Australia dan timor leste. Sejak awal saya selalu menekankan bahwa daerah-daerah perbatasan adalah beranda depan republik dan bukanya daerah belakang.
Pembanguna berdimensi kewilayahan juga berarti pemerintah terus mendorong setiap daerah untuk mengembangkan keunggulan komparativ dan keunggulan kompetitif masing-masing. Namun demikian, keseimbangan antar wilayah dan pula tetap di jaga sehingga tidak tejadi ketimpangan antar wilayah. Tak boleh ada satu daeahpun yang tertinggal terlalu jauh dari daerah lainya. Prinsipnya adalah, jika daerah-daerah maju mak negarapun akan maju.
Ketiga, menceritakan integrasi ekonomi nasional dalam era globalisasi. Pembangunan nasional yang sedang kita jalankan ini tidaklah berjalan di ruang vacum. Bahkan sejak zaman kolonial,  ekonomi Indonesia telah berkaitan dengan ekonomi dunia. Bedanya , pada saat itu, konteksnya adalah exsploitasi ekonomi dan sumber daya Indonesia untuk kepentingan ekonomi kolonial.  Sekarang, sebagai bangsa merdeka, keterkaitan kita dengan ekonomi dunia berdasarkan pada kepentingan nasional kita utuk memanfaatkanya demi sebesar-besar kemampua rakyat Indonesia. Kita harus menangkap peluang yang muncul dalam era globalisasi , kembali menghindari efek negatifnya. Kita tidak perlu terus menerus mengeluh tentang globalisasi yang melanda dunia, lebih baik kita mempersiapkan diri menghadapi dan memenangkanya. Kita harus menjadi bangsa pemenang di era globalisasi ini, dan bukanya bangsa yang kalah.
Keempat, pengembangan ekonomi lokal di setiap daerah, guna membangun ekonomi domestik yang kuat secara nasional. Ekonomi domestik yang kuat merupakan modal utama suatu bangsa untuk Berjaya ditengah arus globalisasi. Pelajaran yang bisa kita petik dari krisis ekonomi global yang melanda dunia saat ini adalah, Negara yang bisa bertahan dari dampak negative resesi dunia adalah Negara dengan ekonomi domestik yang kuat. Selain itu , ekonomi domestic yang kuat juga menjamin kemandirian suatu bangsa.
Kelima, keserasian dan keseimbangan antar pertumbuhan dan pemerataan, atau Growth with Equity. Strategi demikian juga merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu, yang dikenal dengan trickle down effect. Strategi trickle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu , baru kemudian dilakukan pemeratan. Dalam kenyataan di banyak Negara, termasuk  di Indonesia, teori gagal menciptakan kemakmuran untuk semua. Karena itulah, untuk mewujudkan pembangunan dan pemerataan secara bersamaan, sejak awal saya sudah menetapkan triple track strategy, yaitu strategi yang pro-growth, pro-job dan pro-poor dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan tpiple track strategi ini, pembangunan ekonomi nasional dilakukan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melalui peningkatan infestasi dan perdagangan dalam dan luar negri. Pembangunan ekonomi juga ditunjukkan untuk menciptakan lapangan kerja dengan memutar sector riil, dan bersamaan dengan itu, pembangunan ekonomi difokuskan untuk mengurangi kemiskinan melalui kebijakan revitalisasi pertanian dan pedesaan, serta program-program pro- rakyat.
Keenam, pembangunan yang menitikberatkan pada kemajuan kualitas manusianya. Manusia Indonesia bukan sekedar obyek pembangunan, melainkan justru subyek pembangunan. Sumber daya manusia menjadi actor dan sekaligus focus tujuan pembangunan, sehingga dapat di bangun kualitas kehidupan manusia “ Pembangunan  untuk Semua” selalu memberikan prioritas yang sangat tinggi pada aspek pendidikan,kesehatan, dan pendapatan serta lingkungan kehidupan yang berkualitas. Yang dimaksud dengan lingkungan, di samping lingkungan hidup yang sehat dan lestari, juga adalah lingkungan social, politik dan keamanan yang tertib, aman, nyaman dan demokratis.
Dari keenam srtategi itu, pada tahun 2011 pemerintah menetapkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai rencana induk pembangunan nasional. Dalam MP3EI itu, di tetapkan enam koridor ekonomi di tanah air yang di dasarkan pada keunggulan dan potensi strategis masing-masing wilayah, yaitu :
Pertama, koridor wilayah Sumatra dengan keunggulan serta produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energy nasional.
Kedua, koridor wilayah Jawa sebagai pendorong industry  dan jasa nasional.
Ketiga, koridor Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang serta lumbung energy nasional.
Keempat , koridor Sulawesi sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan serta pertambangan nikel Nasional
Kelima, koridor Bali dan Nusa Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional.
Keenam, koridor Papua dan Kepulauan Maliku sebagai pusat pengembangan pangan, perikanan, energy dan pertambangan Nasioanal”.
Konektivitas atau keterhubungan keenam koridor itu adalah wilayah Sumatra dan Jawa yang terdiri dari koridor Wilayah Timur Sumatra – Barat Laut Jawa; dan koridor wilayah Utara Jawa. Koridor Wilayah Timur Sumatra – Barat Laut Jawa mempunyai tujuh pusat interaksi ekonomi--- economic hubs--- yakni Medan, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Lampung, Serang, dan Jakarta. Koridor itu akan di fungsikan sebagai Hub ekonomi nasional dan internasional. Sector-sektor yang di kembangkan di wilayah ini antara lain komoditas minyak sawit, karet, dan Batubara. Pada koridor itu juga akan di kembangkan kegiatan ekonomi berupa transportasi udara, trasportasi darat melingkupi jalan tol, terminal bis, kargo, jalur Kereta Api, jembatan dan transportasi laut berupa terminal kapal Ferry, serta pembangkit tenaga listrik, dan sarana penyediaan air bersih. Sedangkan koridor wilayah utara Jawa menghubungkan Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, dan Surabaya. Di dalam koridor ini akan di fokuskan pada pembangunan dan perluasan Bandar udara, pelabuhan laut, pembangkit listrik, jalan tol, jalur kereta api, sarana penyediaan air dan beragam proyek sanitasi.
Di luar Jawa dan Sumatra akan di kembangkan koridor Sulawesi, yamg terdiri atas lima Hub yakni Manado, Gorontalo, Kendari, menuju , dan Makassar untuk mengembangkan sector pangan, sumber daya laut, dan pertambangan nikel.
Sementara itu, koridor Kalimantan terdiri atas empat Hub, yakni Pontianak, Palangkaraya, Balikpapan, dan Samarinda. Koridor ini terutama di fokuskan untuk mengembangkan sector minyak dan gas, minyak sawit, dan batubara.
Sedangkan koridor timur Jawa-Bali-Nusa Tenggara akan menghubungkan Surabaya, Denpasar, Mataram, dan Kupang. Koridor Papua akan menghubungkan kota Manokwari, Jayapura, dan Merauke.
Untuk setiap koridor ekonomi, akan dikembangkan infrastuktur yang memadai, iklim investasi yang kondusif, srta pembaerdayaan masyarakat setempat dan sumber daya alam local. Koridor ekonomi itu juga di jadikan sebagai akses untuk mengintegrasikan perekonomian local agar dapat memanfaatkan peluang perekonomian baik di lingkup regional maupun global.
Akhirnya perlu di tegaskan, bahwa membangun daerah sesungguhnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah dan seluruh masyarakat, karena pada dasarnya pembangunan adalah unuk kepentingan semua warga Negara dan atau warga masyarakat. Manakala sekarang sebagian masih merasa adanya ketimpangan dalam pembangunan, hal ini bukan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah, karena sebagai warga Negara dituntut peran dan partisipasinya berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Mari Mulai dari diri kita, apa yang telah kita berikan untuk Negara, bukan sebaliknya; mari melaksanakan kwajiban sebagai warga Negara yang tidak hanya menuntut hak sebagai warga Negara.
F.     Penutup
Sebagaimana yang tertuang dalam RPJP Nasinal 2005-2025, Pembangunan yang merata harus dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di berbagai wilayah Indonesia, hal ini akan meningkatkan pertisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, mengurangi gangguan keamanan, serta menghapuskan potensi konflik social untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil.
Kesemua itu akan terwujud manakala di bangun oleh Pemerintah pusat dan daerah yang benar-benar berdiri di atas kepeningan bangsa dan Negara, didukung oleh partisipasi masyarakat yang tidak hanya menuntut jhak sebagai warga Negara. Dan otonomi daerah yang di berikan pada pemerintah daerah tidak di maksudkan untuk membangun Negara di atas Negara, sehingga terlepas dari NKRI. Disamping keewenangan menggali potensi daerah terutama yang berkaitan dengan sumber daya alam tidak di maksudkan untuk di eksploitasi besar-besaran sehingga sumber daya alam habis di konsumsi oleh satu generasi , melainkan penggalian potensi sumber daya alam justru untuk melestarikan alam tersebut demi kesejahteraan masyarakat daerah khususnya dan umumnya umat manusia.
Sebelum mengakhiri modul ini marilah kita renungkan sebuah catatan yang tertulis pada sebuah batu nisan di makam Westminter Abbey di London Inggris, yang berangka tahun 1100 Masehi.
RENUNGAN : HASRAT UNTUK BERUBAH
·         Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah dunia.
·         Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah.
·         Maka cita-cita itupun kupersempit, lalu putusanya hanya mengubah negeriku.
·         Namun tampaknya, hasrat itupun tiada hasilnya.
·         Ketika usiaku telah semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa,keputuskan untuk mengubah keluargaku.
·         Dan celakanya, merekapun tidak mau berubah.
·         Dan kini,
·         Sementara aku terbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari:
·         Andaikata yang pertama-tama kau ubah adalah diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan, mungkin akan bisa mengubah keluargaku,
·         Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi akupun mampu memperbaiki negeriku.
·         Kemudian siapa tahu aku bahkan bisa mengubah dunia.











  


           

0 comments:

Post a Comment